Jakarta, Aktual.com — Pemerintah Indonesia kalah telak terhadap PT Freeport dalam hal pelarangan ekspor konsentrat dan pembangunan smelter atas perintah UU No 4 tahun 2009 tentang Minerba.

Tindakan Menteri ESDM, Sudirman Said yang mengeluarkan izin ekspor konsentrat tanpa ada uang jaminan pembangunan smelter sebesar USD 530 juta, ditambah bea keluar sebesar 5 persen berkemungkinan juga tidak akan dipenuhi oleh Freeport. Pihak Freeport terus meminta keringanan, hal inilah menunjukkan kekalahan telak Indonesia terhadap Freeport.

“Indonesia kalah pada Freeport, posisi tawar Indonesia lemah, hasil ini menunjukkan karena pengambil kebijakan mengutamakan kepentingan personal dan kelompok sehingga mengalahkan kepentingan bangsa,” kata Manajer Advokasi FITRA, Apung Widadi di Jakarta, Senin (15/2).

Sebelumnya berdasarkan keterangan Juru Bicara PT Freeport, Riza Pratama, pihaknya telah mengantongi izin ekspor konsentrat tanpa menyerahkan uang jaminan pembangunan smelter sebesar USD 530 juta.

Selain itu, syarat untuk bea keluar sebesar 5 persen, berkemungkinan juga tidak akan dipenuhi lantaran hingga saat ini PT FI masih melakukan lobby terkait syarat tersebut.

“Saat ini, kita terus berdiskusi secara kooperatif dengan Pemerintah untuk membahas pemberlakuan bea ekspor” kata Riza di Jakarta.

Sebagaimana diketahui bahwa kewajiban membangun smelter merupakan implementasi dari perintah UU No 4 tahun 2009 agar melakukan pemurnian terhadap barang galian (dengan membangun smelter) dalam upaya memberi nilai tambah bagi negara, dengan demikian tidak diperbolehkan ekspor konsentrat atau barang mentah.

Sesuai bunyi  UU No 4 tahun 2009 pasal 170 berbunyi “Pemegang kontrak karya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 169 yang sudah berproduksi wajib melakukan pemurnian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 103 ayat (1) selambat-lambatnya 5 (lima) tahun sejak Undang-Undang ini diundangkan”.

Artinya, sejak UU tersebut ditetapkan tahun 2009, seharusnya Freeport telah memenuhi perintah UU dan membangun smelter dalam rangka pemurnian barang galian, paling lambat tahun 2014.

Namun hingga sekarang Freeport belum membangun smelter dan terus menerus mengekspor konsentrat hingga Indonesia mengalami kerugian.

Artikel ini ditulis oleh:

Dadangsah Dapunta
Eka