Jakarta, Aktual.com – Puluhan ribu orang mengungsi akibat merebaknya kembali kekerasan -yang mencakup pembunuhan massal, penjarahan, dan pemaksaan anak menjadi tentara- di Sudan Selatan, demikian sejumlah badan PBB menyatakan pada Selasa (02/8).

Sebagian besar para pengungsi itu mencari perlindungan di negara-negara tetangga seperti Uganda, Etiopia, dan Sudan. Di antara mereka terdapat anak-anak yang kekurangan asupan makanan, kata badan pengungsi UNHCR.

Menurut UNHCR, kondisi di Sudan Selatan diperparah dengan kelangkaan bahan makanan dan wabah kolera.

Negara paling muda di dunia itu tengah dilanda perang etnis selama lebih dari dua tahun antara pendukung Presiden Salva Kiir dengan seteru lama Riek Machar.

Pendukung Machar menyatakan bahwa setidaknya sembilan orang tewas dalam pertempuran terbaru di negara bagian Central Equatoria, daerah yang juga mencakup ibu kota Juba, pada akhir pekan ini.

Sementara itu juru bicara pemerintah, Michael Lueth, masih yakin pakta perdamaian yang ditandatangani pada tahun lalu masih berlaku.

“Rakyat harus mengerti perjanjian perdamaian ini tidak dimiliki oleh Riek Machar,” kata Lueth kepada para wartawan di Juba pada Selasa.

Perseteruan pribadi antara Kiir, yang berasal dari suku Dinka, dan Machar, dari suku Nuer, telah memperburuk perpecahan etnis di negara yang sudah lama menalami perang saudara dan membuat mereka memisahkan diri dari Sudan pada 2011 lalu.

Machar, yang sempat kembali ke ibu kota usai penandatanganan perjanjian damai pada lalu, meninggalkan Juba pada bulan lalu setelah bentrokan terjadi antara pendukungnya dengan loyalis Kiir.

Pada akhir pekan lalu, sejumlah helikopter nampak mengitari Juba. Namun jalanan kembali tenang pada Selasa. Sejumlah warga mengeluhkan naiknya harga bahan bakar, sayuran, gandum dan kebutuhan dasar lainnya.

Para pedagang menduga kelangkaan tersebut terjadi akibat blokade jalur perdagangan utama dengan Uganda.

Di sisi lain, bank-bank menutup sejumlah kantor cabang dan banyak keluarga mencari perlindungan di luar markas PBB.

Di luar itu, milisi-milisi lokal, yang sering bentrok memperebutkan tanah dan ladang minyak, mengambil keuntungan dengan semakin meningkatkan operasi mereka.

Badan-badan PBB mengaku mendapat laporan dari pengungsi yang menghalangi upaya mereka melarikan diri ke negara tetangga.

“Kelompok-kelompok bersenjata yang beroperasi di berbagai wilayah Sudan Selatan kini menjarah desa-desa, membunuh warga sipil, dan merekrut paksa anak-anak untuk menjadi anggota,” kata juru bicara UNHCR, Melissa Fleming, di Jenewa.

Sekitar 60.000 orang telah mengungsi ke luar negeri sepanjang tiga pekan terakhir–sebagian besar di antara mereka berlindung ke Uganda, kata Fleming.

Sebanyak 1,6 juta warga juga terpaksa mengungsi di dalam negeri, kata Jens Laerke dari Kantor PBB untuk Urusan Kemanusian (OCHA).

“Ini adalah angka yang sangat besar, ini adalah krisis yang massif,” kata Laerke sambil menambahkan bahwa total pengungsi dari Sudan Selatan yang mencari perlindungan ke luar negeri sejak Desember 2013 adalah sekitar 900.000 orang.

Selain persoalan kekerasan, Sudan Selatan juga dilanda oleh wabah kolera, kata Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). (Ant)

Artikel ini ditulis oleh:

Antara