Jakarta, Aktual.com – Dalam sepekan terakhir, kepolisan berhasil menangkap dua pedagang satwa liar yang dilindungi, satu orang di Surabaya, Jawa Timur, berinisial PAS yang hendak memperdagangkan secara online burung elang dari berbagai jenis dan satu orang lagi di Bogor, Jawa Barat, berinisial YJ. Dari YJ kepolisian menyita satwa-satwa liar yang antara lain pyton hijau Papua 30 ekor, biawak deoranus satu ekor, biawak hijau Papua tiga ekor, dan seekor kadal payung.

Maraknya perdagangan satwa liar ini, menurut Direktur Eksekutif Perkumpulan Scorpion Marison Guciano, dikarenakan ringannya vonis yang dijatuhkan kepada pelaku tindak pidana perdagangan satwa liar. Perkumpulan Scorpion sendiri merupakan sebuah organisasi pemantau perdagangan satwa liar.

Marison berpendapat, pelaku tindak pidana perdagangan satwa liar seharusnya di vonis dengan hukuman maksimal. Hukuman maksimal diharapkan dapat membuat efek jera bagi pelaku perdagangan satwa liar tersebut. Selama ini, jelasnya, pelaku perdagangan satwa liar seringkali divonis terlalu ringan, rata rata kurang dari satu tahun.

“Seharusnya divonis dengan hukuman maksimal, yaitu lima tahun penjara. Berdasarkan UU no 5 tahun 1990 tentang konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya, bahwa setiap orang dilarang menangkap hewan/satwa yang dilindungi dan bagi siapa yang melanggarnya, maka merupakan suatu tindak pidana dengan ancaman penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp100.000.000 (seratus juta rupiah),” tutur pria yang juga menjabat sebagai ketua komunitas Indonesian Friends of The Animals (Ifota) tersebut, dalam siaran persnya yang diterima Aktual.com di Jakarta, Selasa (7/7).

Menurut Marison, Kepolisian harus berperan aktif dalam penegakan hukum tindak pidana perdagangan satwa liar. “Tidak perlu menunggu laporan masyarakat. Kita bisa lihat di pasar burung Jatinegara Jakarta, satwa liar diperjualbelikan secara bebas. Investigasi kami di sana dalam satu bulan terakhir, menemukan banyak satwa liar yang dilindungi berdasarkan PP No 7 tahun 1999 diperjual belikan secara bebas, seperti burung elang, jalak bali, landak dan lain sebagainya,” paprnya.

“Kami sudah berkirim surat dan mencoba berkomunikasi kepada BKSDA untuk menutup pasar satwa liar di Jatinegara, tetapi belum ditanggapi. Permintaan kami agar BKSDA menyita seekor siamang yang dipelihara di perumahan TNI pun sampai saat ini belum membuahkan hasil,” tuturnya.

Dijelaskan Marison, masyarakat seringkali menganggap tindak kejahatan terhadap satwa liar merupakan persoalan sepele dan tindak pidana ringan. “Masyarakat harus sering sering diberikan sosialisasi jenis jenis satwa liar yang dilindungi dan ancaman hukuman terhadap pelaku tindak kejahatan terhadap satwa liar,” tuturnya.

Artikel ini ditulis oleh: