Jakarta, Aktual.co — Ketua Asosiasi Kader Sosio-Ekonomi Strategis (AKSES) Suroto meminta fungsi BUMN dikembalikan sesuai filosofinya yakni melayani kepentingan masyarakat terutama dalam penyediaan barang publik (public goods).
“Ini jadi persoalan mendasar karena saat ini BUMN kita cenderung hanya nomenklatur semu. Masyarakat awam selama ini banyak yang tidak tahu kalau Badan Usaha Milik Negara (BUMN) kita itu beberapa di antaranya tidak lagi dimiliki oleh negara secara de facto,” kata Suroto di Jakarta, Rabu (12/11).
Menurut dia, walaupun belum diprivatisasi, sebetulnya secara de facto sudah didominasi kepemilikannya dan juga kepentingannya oleh orang-perorangan dan bahkan didominasi oleh investor asing.
AKSES mendata jumlah BUMN hingga tahun 2013 sebanyak 139 Perusahaan dengan otal aset BUMN pada laporan keuangan akhir tahun 2013 sebanyak Rp4.082 triliun.
“Namun dari total aset tersebut, nilai ekuitas kita tinggal Rp972 triliun. Jadi BUMN kita terjebak pada utang sebesar Rp3.110 triliun,” katanya.
Oleh karena itu ia menilai saat ini nama milik negara dalam BUMN hanya nomenklatur semata, tapi sebetulnya beroperasi untuk kepentingan para kreditor dan juga investor asing.
“Kita harus merevisi kembali Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 Tentang BUMN yang sudah kapitalistik dan tidak jelas lagi misinya itu,” katanya.
Pihaknya menilai bisnis BUMN harus kembali difokuskan pada layanan public goods. Selain itu fungsi dan kinerja Kementerian BUMN sebagai kuasa pemegang saham juga harus diawasi.
“Jangan sampai mereka itu hanya jadi penjaga malam yang membiarkan perampasan aset kita terjadi meskipun perampasan sebetulnya juga sudah terjadi. Saham BUMN kita yang terlisting di Bursa Efek sudah banyak yang terdelusi hingga 90 persen. Itu artinya kita sudah tidak bisa lagi mengendalikan apa yang kita miliki,” katanya.
Artikel ini ditulis oleh:
Eka