Jakarta, Aktual.com – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akan segera merilis Peraturan OJK (POJK) terkait perlindungan konsumen ketika mengakses pembiayaan melalui skema financial technology (fintech).
Pasalnya, di balik kemudahan mengakses pembiayaan melalui fintech, masih ada risiko yang besar. Sehingga konsumen diminta untuk melakukan mitigasi risiko terlebih dahulu.
Menurut Anggota Dewan Komisioner Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen OJK, Kusumaningtuti S. Soetiono, pesatnya teknologi informasi telah memberikan berbagai kemudahan bagi konsumen untuk bertransaksi.
“Termasuk melalui fintech. Satu sisi dapat mendorong inklusi keuangan. Tapi di sisi lain harus diimbangi dengan regulasi dan peningkatan literasi keuangan yang merupakan bagian penting perlindungan konsumen,” cetus Titu, sapaan Kusumaningtuti, dalam seminar International Financial Consumer Protection Organisation (FinCoNet), di Jakarta, Kamis (17/11).
Selama ini, kata dia, perkembangan fintech tidak terlepas dari berbagai tantangan maupun risiko yang dihadapi mereka yang terlibat di fintech, baik konsumennya maupun pelaku industrinya.
“Sehingga jika ada perlindungan konsumen, akan memberikan rasa nyaman dan aman bagi konsumen. Termasuk dalam mengakses lewat fintech itu,” kata Titu.
Karena fenomena seperti ini tak hanya terjadi di Indonesia tapi juga di beberapa negara anggota FinCoNet lainnya.
Untuk itu, dia menegaskan, risiko-risiko transaksi fintech seperti kerahasiaan data, cyber risk, dan tandatangan digital harus bisa dilakukan secara aman. Makanya perlu memitigasi risiko pemanfaatan fintech terlebih dahulu.
“Ini dilakukan untuk meningkatkan keamanan atas teknologi yang digunakan. Serta secara berkesinambungan mengutamakan transparansi dan meningkatkan literasi keuangan,” jelasnya.
Salah satu yang juga menjadi pokok pengaturan dalam POJK itu, jelasnya, adalah aspek terkait dengan syarat dan ketentuan produk sebelum pengguna fintech menyetujui transaksi dan perjanjian.
Hal itu menjadi penting agar konsumen memahami manfaat dan risiko, mengetahui rincian biaya, dan cara bertransaksi yang aman, seperti menjaga dan mengkinikan password, keamanan jaringan internet atau wifi.
“Jadi intinya, fintech itu memberikan kemudahan bagi konsumen dalam melakukan transaksi keuangan. Namun konsumen harus meningkatkan literasi terhadap keamanan transaksinya itu,” ingat dia.
Beberapa hal yang dilakukan dalam draft regulasi yang akan segera diterbitkan itu, diatur terkait penerapan prinsip-prinsip dasar dari perlindungan konsumen dari penggunaan fintech, antara lain: transparansi, perlakukan yang adil, keandalan, kerahasiaan dan keamanan data, serta penyelesaian sengketa pengguna fintech secara sederhana, cepat, dan biaya terjangkau.
Langkah OJK ini, menurut Titu, selaras dengan program pemerintah Indonesia yang mendukung terselenggaranya perlindungan konsumen sebagaimana Pilar 5 Strategi Nasional Keuangan Inklusi (mengenai perlindungan konsumen) yang tertuang dalam Peraturan Presiden No.82 tahun 2016.
Pimpinan FinCoNet, Lucy Tedesco menambahkan, pengawasan pembayaran digital merupakan salah satu fokus pengawasan market conduct.
“Mekanisme pengawasan yang saat ini, sudah waktunya untuk dikaji ulang karena inovasi dan penyediaan sistem pembayaran digital harus diimbangi dengan mitigasi risiko untuk memastikan bahwa kepentingan konsumen terlindungi,” tegas Lucy.
(Laporan: Busthomi)
Artikel ini ditulis oleh:
Eka