Jakarta, Aktual.com – Pengamat hukum dari The Indonesian Reform Martimus Amin mempertanyakan pernyataan Kapolri Jenderal Tito Karnavian, yang menyatakan aksi bela Islam III oleh umat Islam bagian dari gerakan makar.
Pernyataan Kapolri dinilai justru menimbulkan suasana kegaduhan keamanan negara. Padahal aksi tersebut sebetulnya lebih mendorong aparat penegak hukum agar berlaku adil, transparan dan profesional dalam menangani kasus dugaan penistaan agama yang dilakukan Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.
Kepada wartawan, Selasa (22/11), dia menyatakan aksi umat Islam pada 2 Desember dilakukan karena memandang Kapolri lebih melindungi Ahok yang telah ditetapkan sebagai tersangka.
“Kapolri terkesan melindungi pelanggar hukum dan pengkhianat negara daripada berpihak kepada patriot negara, bahkan bersikap keji dan bengis kepada mereka yang menuntut tegaknya hukum dan keadilan di negeri ini,” kata Martimus.
Menurutnya, Kapolri mengabaikan rasa keadilan masyarakat seperti menganggap kasus penistaan agama yang dilakukan oleh Ahok seakan bukan perbuatan melawan hukum. Alih-alih mendengarkan masukan dan aspirasi umat Islam, Kapolri justru melarang aksi lanjutan umat Islam yang rencananya digelar pada 2 Desember mendatang.
“Melalui jajarannya, peserta aksi bela Islam sebelumnya diancam dibubarkan paksa dan ditembak di tempat. Terkini melarang aksi Bela Islam III melakukan shalat Jumat dan doa bersama serta menuding makar.”
Hal yang membuat Martimus heran, para pimpinan ulama dan tokoh Islam seperti Habib Rizieq, Munarman, dan Amien Rais dipanggil oleh kepolisian dengan tudingan melakukan penghinaan kepada penguasa.
Padahal para ulama dan tokoh aktifis Islam tersebut tulus menjaga kedaulatan NKRI dari rongrongan musuh negara. “Ada apa dengan Kapolri Tito Karnavian. Jika memang Tito sudah tidak mampu melepaskan jeratan musuh negara, sebaiknya lebih terhormat dia melepaskan jabatannya, atau lengser imbas perilakunya.”
Laporan: Soemitro
Artikel ini ditulis oleh:
Wisnu