Anggota DPRD Buton Utara Muliadin Salenda mengatakan pembalakan liar tidak saja menyebabkan pemasukan daerah berkurang tetapi berdampak pada kerusakan lingkungan.
“Pengambilan hasil hutan jenis kayu secara ilegal berarti tidak memberi pendapatan untuk daerah. Juga ancaman musibah banjir dan tanah longsor,” kata Muliadin.
Terkait itu, Pemerintah Kabupaten Buton Utara harus menjadi motor penggerak penanganan pembalakkan liar sehingga tidak semakin meluas.
“Penanganan pembalakkan liar harus dilakukan secara terpadu termasuk pencegahan dan penindakannya. Kalau hanya Dinas Kehutanan tidak akan optimal,” kata Mulidadin.
Pelaku pembalakkan liar diduga kuat melibatkan oknum aparat sehingga penanganan kejahatan hasil hutan tersebut harus melibatkan unsur Kepolisian, TNI, Kejaksaan, pengadilan, polisi pamong praja, Pemerintah Daerah dan DPRD.
“Sudah menjadi rahasia umum pelaku pembalakkan liar memiliki sindikat kuat. Ada beking dari oknum berseragam sehingga penanganannya harus terpadu agar mencapai hasil yang optimal,” katanya.
Tokoh masyarakat Buton Utara La Simudi (62) mengatakan memberantas pembalakkan kayu memiliki konsekuensi biaya cukup besar namun tidak boleh dijadikan alasan hingga misi pengamanan kawasan hutan lindung dikesampingkan.
Informasi yang dihimpun menyebutkan pemilik modal melibatkan warga sekitar kawasan hutan selaku pengolah dan penampungan sementara di sekitar pesisir pantai wilayah tersebut.
Kayu hasil jarahan diantarpulaukan tujuan pantai Kuta, Bali, Tanjung Bira, Sinjai, Selayar, Bulukumba, Pare Pare, Nusa Tenggara Timur dan Pasuruan, Jawa Timur. (ant)
Artikel ini ditulis oleh:
Antara
Eka