Jakarta, Aktual.com – Mantan aktivis 98 asal Front Mahasiswa Untuk Reformasi dan Demokrasi (Famred), Sojo Dibacca mengeluhkan sikap beberapa kalangan, khususnya aktivis, yang meragukan kredibilitas dan kapablitas ekonom yang menjadi bakal Calon Presiden Rizal Ramli.

“Aneh, kok masih ada saja yang meragukan rekam jejak RR. Padahal sudah lebih dari 40 tahun, dua pertiga usianya, diabdikan untuk membela kemaslahatan rakyat,” kata Sojo dalam keterangannya, Selasa (17/7).

Pria yang pada masa Reformasi kuliah di Universitas Prof. Dr. Moestopo (Beragama) ini menyebutkan, setidaknya ada lima tahap perkembangan perjuangan yang dapat menggambarkan perjalanan hidup Rizal Ramli.

Pertama, pada tahun 1977 RR dan kawan-kawannya aktivis Dewan Mahasiswa se-Indonesia membuat gerakan Anti Kebodohan, yang bertujuan mendesak Orde Baru menangani 8 juta anak-anak putus sekolah.

WS Rendra dan Sumanjaya sampai khusus membuat karya kebudayaan puisi dan film yang mendukung perjuangan politik ini.

“Tuntutan RR dan kawan-kawan kemudian dijalankan Orde Baru, lima tahun kemudian (1983) dalam bentuk program wajib belajar,” terang Sojo.

Kemudian, kedua, tahun 1978, RR bersama Dewan Mahasiswa ITB meluncurkan Buku Putih Perjuangan Mahasiswa yang kritisi KKN, model ekonomi, dan otoritarianisme Orde Baru, yang diterjemahkan ke berbagai bahasa dan disebarkan ke seluruh Dunia.

“Akibatnya RR dan kawan-kawan dipenjara Orde Baru selama 1,5 tahun,” jelas Sojo.

Ketiga, menurut Sojo, di dalam penjara di Sukamiskin karena beda keyakinan politik dengan Orde Baru dalam membela rakyat, menyebabkan jalan hidup RR berubah dari sekedar aktivis mahasiswa, ia kemudian memilih menjadi ekonom kerakyatan.

“RR merasa dengan menjadi ekonom ia dapat berbuat banyak bagi rakyat Indonesia di masa depan,” sebutnya.

Keempat, benar saja, menjadi ekonom di pemerintah Gus Dur setelah Reformasi 1998, meskipun sangat sebentar, tapi RR sukses menghadiahi rakyat Indonesia kado yang manis.

Yang paling menonjol adalah, Indonesia di bawah tim ekonomi Gus Dur yang dikoordinasikan RR, sukses mengangkat ekonomi dari minus ke positif dengan kurang utang dan capai gini ratio (ketimpangan) terendah sepanjang sejarah Indonesia.

“Tidak pernah seumur Indonesia berdiri, pertumbuhan ekonomi terjadi dengan sambil kurangi utang luar negeri. Banyak orang kemudian yang diberi kesempatan lebih lama menjabat, tapi tak mampu hasilkan karya yang setara dengan karya RR,” jelas Sojo.

Kelima, kondisi menjadi menteri di era Jokowi tidak seideal di era Gus Dur, karena kuatnya kepentingan oligarki di dalam kabinet. Meskipun demikian RR tetap mampu hasilkan banyak terobosan kebijakan. Konflik kepentingan oligarki yang bertentangan dengan rakyat, akibatkan RR yang membela rakyat dalam kasus Reklamasi Teluk Jakarta harus digusur.

“Jadi selama 11 bulan jadi Menteri Jokowi, RR mengajarkan kepada kita semua, kekuasaan dan jabatan tak dapat membeli idealisme keberpihakan RR pada rakyat,” ucapnya.

“Dengan rekam jejak di luar dan di dalam pemerintahan yang sangat panjang bagi kemaslahatan rakyat tersebut, dan yang tiada duanya di Indonesia, RR sangat layak diberikan kesempatan lebih luas untuk pimpin Indonesia di 2019,” tegas Sojo menambahkan.

Artikel ini ditulis oleh:

Teuku Wildan