Jakarta, aktual.com – Sejumlah Aktivis Kepemudaan dan Mahasiswa meminta Aparat dan Pemerintah bertindak tegas menyikapi adanya fakta dan temuan skenario kerusuhan di Aksi 21-22 Mei 2019 beberapa waktu Ialu di depan kantor Bawaslu RI, Jln. MH Thamrin, Jakarta. Tindakan tegas tersebut antara lain dengan mengungkap ke publik aktor intelektual termasuk para elite yang menjadi provokator sekaligus memberikan hukuman atas tindakan mengancam keamanan negara.
“Fakta dan temuan di lapangan sudah jelas ada skenario rapi dan terencana menciptakan kerusuhan di aksi 21-22 Mei 2019. Dan ini terjadi, beruntung bisa diredam dan diantisipasi tidak menjadi kerusuhan massal oleh aparat gabungan TNl-Polri,” ujar Bendahara Umum DPP KNPI, Twedy Novriadi Ginting dalam acara dialog dan Buka Puasa Bersama Forum Silaturahmi Aktivis Jakarta di Taman Puring, Jakarta Selatan, Rabu (29/5).
Menurut Twedy, aksi 21-22 Mei 2019 yang dilatarbelakangi dengan kepentingan elektoral pilpres 2019 sarat dengan upaya makar dan memecah belah persatuan dan kesatuan bangsa dan melawan hukum. Untuk itu ia meminta kepada pemerintah menindak tegas actor intelektual termasuk pihak-pihak elit yang ditengarai ikut memanasi situasi.
“Aksi itu seolah-olah gerakan rakyat bahkan disebut jihad, nyatanya bikin rusuh mengganggu keamanan dan ketertiban masyarakat,” tegas Mantan Ketua Umum GMNI itu.
Sementara itu, Aktivis Mahasiswa llmu Alquran Kampus PTIQ Jakarta, Ahmad Hariri mengatakan pihaknya sangat prihatin dengan apa yang terjadi pada aksi 22 Mei 2019 yang dimaknai sebagai jalan jihad bagi beberapa pendukung fanatik paslon 02.
“Jihad apa aksi 22 Mei itu, wong yang dibela orang yang ingin jadi presiden sampai harus berhadap-hadapan antar sesama umat isalam di bulan puasa lagi, kita prihatin sekali,” katanya.
“Jadi marilah saya kira ramadan ini kita harus jadikan momentum sebagai bangsa menjadi lebih kuat, kita justru bersatu melawan para pihak yang berupaya melakukan gerakan-gerakan memecah belah persatuan dan kesatuan bangsa,” tambah Aktivis PMII tersebut.
Ditempat yang sama, analis media dan politik, Syukron Jamal menilai aksi 21-22Mei 2019 merupakan ekspresi akumulasi frustasi atas hasil pilpres 2019 yang tidak sesuai harapan
saiah satu paslon dan para pendukungnnya yang sudah dengan beragam cara meraih simpati publik termasuk melalui politik identitas seperti halnya yang mereka lakukan di Pilkada DKI Jakarta 2017 silam.
Menurut Syukron, aksi 21-22 Mei 2019 sangat disayangkan terjadi terlebih berlangsung ricuh, reaksi atas hasil pengumuman KPU dengan Iangsung mengerahkan massa jelas memsak tatanan demokrasi yang ada. Padahal menurutnya proses penentuan pemenang secara konstitusional masih ada yaitu melalui jalur Mahkamah Konstitusi (MK) yang awalnya sempat tidak ingin dilakukan oleh paslon nomor urut 02.
“Memang aksi 21-22 Mei 2019 ini saya melihat memang sudah by design ya untuk membuat situasi keruh Ialu kemudian membangun opini dimata masyarakat termasuk dunia internasional. Tujuannya sangat mudah terbaca, mendelegitimasi pemerintah yang sah,” katanya.
Syukron menambahkan saat ini pasca aksi 22 Mei, pihak-pihak tertentu masih berupaya memupuk situasi politik yang memanas dengan membangun opini di masyarakat khususnya melalui sosial media dan Iain-Iain memojokan pihak aparat dan pemerintah sehingga emosi masyarakat bangkit.
“Upaya memanasi situasi dan provokasi masyarakat pasca aksi 22 Mei ini masih berlangsung di sosial media misalnya, dalam berbagai bentuk. Saya membaca aksi serupa masih akan terjadi seiring dengan proses gugatan di Mahkamah Konstitusi (MK) masih akan berjalan,” tambahnya.
Dengan adanya berbagai fakta dan temuan lapangan mengenai skenario kerusuhan pada aksi 22 Mei 2019, Syukron berharap hal tersebut menyadarkan banyak pihak elit politik dan para pendukungnnya termasuk masyarakat Iuas bahwa upaya-upaya membuat kekacauan dan kerusuhan hanya akan membuat kita sebagai bangsa dan negara makin terjerembab jatuh kedalam perpecahan.
“Demokrasi itu membutuhkan kebijaksanaan, jadi kita sangat berharap kepada para elit untuk mariiah kita bersatu membangun negeri ini. Jangan emosi masyarakat justru diprovokasi untuk melakukan hal-hal yang bertentangan dan melawan hukum,” harapnya.
Artikel ini ditulis oleh:
Zaenal Arifin