Menurutnya, memberangus radikalisme sama saja membunuh gerakan mahasiswa dan juga membantai gerakan rakyat di berbagai daerah dalam konflik agraria yang tidak kunjung tuntas hingga sekarang.
“Di samping itu, memberangus radikalisme rawan ditunggangi kepentingan pemodal yang bisa menggunakan negara, perundang-undangan dan segenap aparatusnya untuk mengamankan kepentingannya,” tegas Eki.
Walaupun demikian, ia mengakui jika reformasi masih belum berjalan mengarah ke tujuan yang diinginkan dalam beberapa aspek, seperti politik, ekonomi dan sosial.
Dalam aspek politik misalnya, demokrasi prosedural yang terealisasi dalam Pemilu dan Pilkada, secara esensial disebutnya tidak menghasilkan produk pemimpin dan wakil rakyat yang mumpuni, melainkan justru semakin banyak yang melakukan korupsi.
“Tengoklah berapa banyak pejabat daerah yang terkena Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK dalam tahun 2018, menandakan para politisi tidak kunjung jera terhadap hukuman yang diarahkan padanya,” ujar Eki.
Alih-alih melakukan perubahan, para politisi justru mempraktikkan politik uang dalam setiap perhelatan pesta demokrasi, sehingga politik berbiaya tinggi tetap terjaga meskipun banyak dikeluhkan oleh para politisi itu sendiri.
Dalam aspek ekonomi pun setali tiga uang. Keadilan sosial dan ekonomi ibarat jauh bara dari api, tak kunjung tercapai hingga kini dan ketimpangan justru semakin lebar.
Dua problem mendasar di atas, masih kata Eki, nyatanya justru teralihkan oleh kebisingan yang tidak substantif, sehingga seakan menjadi kebenaran yang hakiki, yang menjadi jawaban terhadap berbagai persoalan ekonomi, politik dan sosial dalam masyarakat.
“Upaya mempertanyakan kebijakan dianggap sebagai haters, atau sebaliknya prestasi kolektif hanya diklaim sebagai milik perorangan politisi,” katanya seraya mencontohkan.
Menurut Eki, hal ini hanya dapat berubah dengan sebuah gerakan radikal yang membenahi masalah hingga ke akarnya. Selain reformasi, radikalisasi pemikiran juga disebutnya turut menyertai momentum perubahan di Indonesia.
Artikel ini ditulis oleh:
Teuku Wildan