Dalam sejarah pergerakan kebangsaan Indonesia, dikenal dua strategi politik organisasi kebangsaan dalam kaitannya untuk mewujudkan Indonesia merdeka yaitu strategi non-kooperatif atau radikal dan kooperatif atau biasa dikenal dengan strategi moderat.
Ia menjelaskan, strategi radikal merupakan suatu tindakan penentangan secara keras terhadap kebijakan pemerintah kolonial serta tidak mau bekerja sama dengan pemerintah kolonial.
“Kaum radikal berpendapat bahwa untuk mencapai Indonesia merdeka haruslah dengan jerih payah anak bangsa sendiri dan bukan atas adanya campur tangan dari bangsa asing (Belanda). Sebaliknya moderat artinya sebagai satu sikap lunak terhadap kebijakan pemerintah kolonial (Belanda),” paparnya.
Adanya tekanan dari kaum radikal pun turut membuahkan dibacakannya teks Proklamasi sehingga melahirkan kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945. Sehingga keberadaan pemuda radikal telah membuat perubahan nyata sejak Indonesia lahir
“Aksi penculikan Soekarno-Hatta di Rengasdengklok merupakan tindakan radikal yang dilakukan oleh kalangan pemuda pejuang kemerdekaan,” ucapnya.
Lebih lanjut, Eki juga menolak klaim sepihak dari berbagai kelompok yang mengatasnamakan aktivis 98 terhadap isu radikalisme.
Menurutnya, kelahiran reformasi tidak pernah disatukan oleh kepentingan politik praktis, melainkan oleh nilai-nilai ke arah demokrasi yang lebih substantial, anti korupsi, kolusi dan nepotisme, serta berjuang mewujudkan keadiilan sosial dan memuliakan nilai-nilai kemanusiaan atau human dignity.
“Secara tegas, 98 Not for Sale. Tidak dijual untuk kepentingan politik praktis, baik kepada pemerintahan yang sedang berkuasa maupun yang sedang ingin berkuasa,” pungkasnya.
Berikut pokok-pokok dari sikap 98 Radikal:
1. Menolak klaim tunggal ativis 98.
2. Menolak pemberangusan istilah radikal dalam gerakan-gerakan kerakyatan.
3. Menghimbau kepada segenap pelaku gerakan 98 untuk terus mengawal nilai-nilai yang kita perjuangkan –sekalipun dengan sikap radikal.
4. Melakukan advokasi kepada korban-korban stigmasisasi radikal baik di lingkungan kampus perguruan tinggi maupun basis-basis perjuangan rakyat yang menuntut keadilan.
5. Mengawal siapapun pemerintahan yang berkuasa untuk berada dalam koridor nilai-nilai yang kami perjuangkan yang memungkinkan mereka membentuk pemerintahan melalui prosedur demokrasi yang adalah buah dari perjuangan kami.
Artikel ini ditulis oleh:
Teuku Wildan