Jakarta, Aktual.com — Sejumlah aktivis lingkungan di Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur mendesak aparat kepolisian bertindak tegas terhadap usaha pertambangan yang belum mengantongi izin.
“Aparat, terutama polisi harus tegas. Jangan sampai kasus Salim Kancil di Lumajang terjadi di daerah-daerah lain, termasuk di Tulungagung,” desak Direktur Pusat Pendidikan Lingkungan Hidup Mangkubumi Muhammad Ichwan di Tulungagung, Sabtu (10/10).
Menurut Ichwan, Tulungagung memiliki jutaan kubik potensi tambang beraneka jenis. Jika tidak dikelola dengan baik, kata dia, kegiatan penambangan oleh segelintir pelaku usaha bisa memicu konflik sosial.
Belum lagi apabila aktivitas penambangan berdampak ketidakseimbangan lingkungan yang memicu bencana banjir, longsor ataupun polusi yang mengganggu masyarakat sekitar.
Hal lain yang juga harus diperhatikan, lanjut Ichwan, adalah proses perizinan yang selalu membutuhkan persetujuan bupati. Menurut dia, bupati sendiri juga tak bisa asal beri izin. Beberapa pertimbangan harus diperhatikan termasuk rencana tata ruang dan wilayah (RT-RW).
“Jika tak ada dalam RTRW, perlu adanya pembahasan lebih lanjut. Jadi memang bupati pun tak bisa asal beri izin,” ujarnya.
Ichwan menambahkan, pengawasan pun juga harus terus dilakukan. ada beberapa faktor yang harus diperhatikan di antaranya, pelaporan data eksploitasi, reklamasi tambang, jaminan reklamasi, pajak, dan lain sebagainya.
“Bisa dikatakan ada tahapannya, seperti eksplorasi, eksploitasi, reklamasi,” kata Ichwan.
Aktivis Aliansi Santri Peduli Lingkungan Tulungagung Widi Harianto mengatakan, ada banyak titik aktivitas pertambangan yang berdampak kerusakan lingkungan akibat pelaku penambangan tidak memiliki komitmen reklamasi.
Akibatnya, ujar dia, tanah bekas pertambangan terbengkalai tanpa bisa dimanfaatkan untuk kegiatan cocok tanam. Widi menuding kerusakan lingkungan terjadi masif, mulai dari lereng Gunung Wilis di sisi utara Tulungagung hingga pegunungan di pesisir selatan Tulungagung.
“Ini kalau perusahaan-perusahaan memiliki komitmen menjaga lingkungan, tentu reklamasi yang menjadi standar operasional prosedur (pertambangan akan dilakukan. Nyatanya hal itu tidak dilakukan, dan itu ada di beberapa titik,” ujarnya.
Mengantisipasi kerusakan lingkungan lebih lanjut sebagai dampak aktivitas penambangan, Ichwan dan Widi mendesak Pemkab Tulungagung agar secepatnya membuat peraturan daerah (perda) tentang tambang yang lebih spesifik, salah satunya perda galian C.
“Dalam perda tersebut dijelaskan berkaitan perizinan, pelanggaran, dan sanksi yang jelas dan tegas,” ujar Ichwan.
Dikonfirmasi terpisah, Kabid Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Dinas Pekerjaan Umum Pengairan Energi Sumber Daya Mineral (PUPESDM) Tulungagung, Harinto Triyoso mengakui hingga saat ini hanya sebagian kecil penambang telah menyelesaikan seluruh persyaratan perizinan.
“Masih banyak tambang yang beroperasi secara ilegal. Dari data yang ada, baru sekitar 39 perusahaan yang sudah berizin.”
Minimnya pelaku usaha pertambangan yang sudah mengantongi izin resmi melakukan kegiatan pertambangan jelas mengkhawatirkan. Sebab, aktivitas pertambangan di seluruh wilayah Tulungagung sangatlah besar.
Di sentra industri marmer di wilayah Kecamatan Campurdarat dan Besuki saja, misalnya, pelaku usaha tambang diperkirakan mencapai ratusan, baik yang berskala kecil maupun besar. Belum lagi aktivitas pertambangan di sejumlah kecamatan lain maupun tipe galian mineral batuan lain.
Artikel ini ditulis oleh:
Wisnu