Panitia Lima. (ilustrasi/aktual.com)

Jakarta, Aktual.com – Sejumlah tokoh, akademisi dan aktivis pro demokrasi mengajak seluruh elemen bangsa untuk senantiasa menjaga dan memperjuangkan kebinekaan, guna mencegah terulangnya peristiwa kekerasan bernuansa agama yang belakangan kerap terjadi.

Ajakan itu dicetuskan dalam Seruan Moral Kebinekaan yang dibacakan bersama-sama di Jakarta, Selasa (20/2).

“Situasi kemajemukan terus memburuk sejak awal 2018 ini. Kami berpikir kita perlu memberikan seruan moral agar negara dalam hal ini Presiden, Kapolri, dan aparat terkait bekerja nyata, tidak hanya berujung pada pernyataan, karena tugas aparat negara adalah bekerja melindungi warga negara,” jelas Ketua Setara Institute Hendardi di Jakarta.

Menurut Hendardi, sebagian ada yang mengaitkan peristiwa kekerasan bernuansa agama dengan Pilkada atau menjelang Pilpres 2019. Tapi apapun motivasinya, faktanya kemajemukan terganggu.

Oleh karena itu, para aktivis melakukan aksi Seruan Moral Kebinekaan.

Sejumlah tokoh, akademisi dan aktivis yang bergabung dalam aksi Seruan Moral Kebinekaan ini antara lain Musdah Mulia, Henny Supolo, Benny Soesetyo, Jerry Sumampow, HS Dillon, Zumrotin, Ray Rangkuti, Usman Hamid, Andreas Harsono, Haris Azhar, dan lain-lain.

Isi dari seruan moral ini yakni seruan agar seluruh elemen bangsa tidak melupakan kewajibannya merawat, menjaga dan memperjuangkan kebinekaan Indonesia.

Lalu, Pemerintah sebagai pengelola sumber daya politik hukum dan keamanan, harus mengambil tindakan yang tepat dan profesional dalam merespon setiap upaya yang dapat mengancam kebinekaan dan memecah-belah antar elemen bangsa.

Selain itu pernyataan Presiden yang telah menegaskan tidak ada tempat bagi praktik intoleransi di Indonesia dan kebebasan beragama merupakan hak setiap warga negara yang dijamin konstitusi, hendaknya menjadi kekuatan tambahan bagi aparat dalam menindak setiap ancaman atas kebinekaan.

Kemudian, kompetisi di setiap perhelatan politik, termasuk Pilkada Serentak di 171 daerah dan juga Pilpres 2019, tidak boleh menggunakan cara-cara melalui politisasi agama, kampanye hitam, dan syiar kebencian berbasis sentimen SARA yang dapat mengancam koneksi sosial, kebinekaan, dan integrasi nasional.

Selanjutnya, setiap elemen masyarakat, khususnya yang memiliki peran di pendidikan, perlu mengambil peran untuk menanamkan bahwa kebinekaan merupakan ruh kebangsaan Indonesia, serta para tokoh agama memiliki peran sentral dalam merawat, menjaga, dan memperjuangkan kebinekaan dalam kehidupan kebangsaan Indonesia.

Artikel ini ditulis oleh:

Antara