Istanbul, aktual.com – Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan dikritik oleh aktivis hak-hak Muslim Uighur karena terkesan diam atas penindasan warga Uighur oleh komunis China. Bahkan terbaru warga Uighur yang ada di Turki dideportasi ke negara ketiga yang memungkinkan diekstradisi ke China.

“Presiden Turki memanfaatkan setiap kesempatan untuk mengkritik India terutama terkait komunitas Muslim. Namun, tidak mengatakan apa-apa terhadap China atau tentang penindasan Muslim Uighur,” kata Arslan Hidayat, seorang aktivis hak-hak Uighur yang berbasis di Istanbul, seperti dilansir WION News, Senin (27/7).

Sebuah laporan baru mendokumentasikan cara-cara inovatif yang dilakukan China untuk mengekstradisi Uighur. Pertama-tama keberadaan mereka didentifikasi, kemudian berusaha mengatur agar warga Uighur dikirimkan ke negara ketiga dan dari sana China dengan mudah melakukan ekstradisi untuk menghadapi kamp konsentrasi di Xinjiang.

Media Inggris Telegraph menemukan, beberapa orang Uighur dikirim lebih dulu ke Tajikistan – sebuah negara yang siap tunduk ketika China mengajukan permintaan ekstradisi.

Diceritakan Hidayat, bahwa hingga kini Turki masih menampung populasi Uighur terbesar di luar China. Diperkirakan sekitar 50.000 warga Uighur telah mencari perlindungan di Turki. Mereka berusaha menghindari penindasan Tiongkok, tetapi ‘tangan panjang’ China kini mulai menjangkau mereka.

Arslan Hidayat, mengetahui langsung tentang bagaimana proses ekstradisi ini. Hidayat menggambarkan China melakukan segala daya untuk membawa kembali warga Uighur di luar negeri.

“China memburu warga Uighur karena mereka dapat membongkar borok penindasan yang dilakukan para ‘diktator ‘ komunis di negara itu,” kata Hidayat.

Beijing pernah mengirim permintaan kepada pemerintah Turki untuk mengekstradisi seorang warga Uighur sebelumnya. Ekstradisi itu dilakukan atas Enver Turdi – yang telah membeberkan informasi tentang sejumlah pelanggaran HAM yang dilakukan pemerintah Tiongkok kepada jurnalis Barat.

Upaya ekstradisi dimulai pada 2015, ketika kedutaan besar Tiongkok di Turki menolak untuk memperpanjang paspornya. Akibatnya, Enver tidak bisa memperbarui izin tinggal sementara di Turki. Dua tahun kemudian, Enver Turdi diinterogasi oleh otoritas Turki dan ditempatkan di fasilitas deportasi.

Turki dan China juga dikabarkan telah menandatangani draft perjanjian ekstradisi pada 2017 tetapi parlemen Turki belum meratifikasinya.

Di bidang ekonomi, pada 2010, Cina dan Turki menandatangani delapan pakta perjanjian strategis yang bisa meningkatkan volume perdagangan tahunan mereka menjadi 100 miliar dolar pada tahun ini.

Tahun lalu, bank sentral China memberikan suntikan uang tunai senilai 1 miliar dolar ke dalam perekonomian Turki untuk menalangi bank-bank lokal yang tengah kesulitan. Beijing bahkan telah menyetujui paket tambahan 3,6 miliar dolar untuk membantu pengembangan sektor energi Turki.

Karena alasan inilah, Erdogan diduga tidak akan mengatakan apa pun tentang Uighur. Presiden Turki berhutang budi kepada China seperti negara-negara Muslim lainnya.

Senada hal itu, media Jerman DW.de, Selasa(28/7), menyebutkan bahwa sejak negeri di dua benua itu dilanda krisis ekonomi, sikap Ankara terkait Uighur mulai berubah. Dalam kunjungannya ke Beijing Juli 2019 silam, Erdogan menyatakan warga Uighur di Xinjiang dalam kondisi baik-baik saja di hadapan media pemerintah, lapor Financial Times.

Selain Turki, sejumlah negara yang awalnya melindungi pelarian Uighur dari China kini berbalik arah dan mendorong agar mereka dideportasi. China menggunakan kekuatan ekonominya untuk menekan negara-negara tempat warga Uighur meminta perlindungan.

Selain di Turki, komunitas Uighur juga menghadapi pilihan sulit di Arab Saudi. Hendak pulang ke Cina dan mengambil risiko mendarat di kamp re-edukasi, atau hidup dengan status ilegal di Arab Saudi di bawah ancaman deportasi karena paspornya tidak diperpanjang pemerintah komunis China.

Kedekatan Cina dengan pemerintah Riyadh membuat gentar kaum Uighur di Arab Saudi. Belum lama ini Pangeran Mohammad bin Salman mengisyaratkan China bisa menggandakan jejak diplomasinya di Timur Tengah melalui Arab Saudi. Sejak beberapa tahun terakhir kedua negara giat meningkatkan kemitraan dagang, antara lain lewat proyek Jalur Sutra Abad 21 atau One Belt One Road Initiative.(Eko S Hilman)

 

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Tino Oktaviano