Jakarta, Aktual.com — Pemberlakuan amandemen UUD 1945 dari 1 sampai empat membuat federalisasi di Indonesia semakin merajalela. Pasalnya, dari amandemen tersebut, khususnya Pasal 33, telah memberikan keleluasaan untuk pihak asing berekspansi besar-besar di republik ini.
Demikian disampaikan koordinator Kelompok Pemuda untuk Indonesia, Gigih Guntoro di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis (13/8).
“Federalisme, jadi integrasi,” tegas Gigih, usai mendaftar gugatan atas amandemen UUD 1945.
Selain federalisasi, amandemen UUD 1945, juga telah meniadakan kewenangan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), yang justru memberikan ruang terjadinya ‘bentura’ antara lembaga negara di Indonesia.
Pasalnya, dengan amandemen tersebut, kedudukan MPR menjadi setara dengan lembaga negara lainnya, seperti Dewan Perwakilan (DPR), Mahkamah Agung, dan Badan Pemeriksa Keuangan.
“(Amandemen UUD 1945) Membuat benturan antar lembaga tinggi itu akan sering terjadi. KPk, DPR, tidak ada lembaga yang mendamaikan,” sesal Gigih.
Seperti diwartakan sebelumnya, Kelompok Pemuda untuk Indonesia resmi menggugat MPR ke PN Jakarta Pusat. Gugatan tersebut dilayangkan perihal amandemen UUD 1945 dari satu sampai empat.
Alasannya, karena mereka menilai, amandemen UUD 1945 telah menyalahi aturan sebagaimana diatur dalam hukum tata negara dan administrasi negara. Hal itu lantaran, amandemen tersebut hanya merupakan risalah sidang umum MPR pada 14-21 Oktober 1999, dan tanpa memberikan penomoran sehingga tidak dapat dimasukan sebagai Lembaran Negara.
Artikel ini ditulis oleh:
Nebby