Dirjen Migas ESDM, IGN Wiratmaja Puja (Aktual/Ilst.Nelson)

Jakarta, Aktual.com – Kementerian ESDM akan melakukan reformasi regulasi untuk menarik investor di sektor migas. Berdasarkan hasil evaluasi, pemerintah menilai investasi sektor migas di Indonesia kurang atraktif dibandingkan negara lain (khususnya negara Malaysia).

Terkait dengan realisasi investasi Raja Salman yang berbeda antara Indonesia dan Malaysia, Direktur Jenderal Migas Kementerian ESDM, I Gusti Nyoman Wiratmaja Puja berdalih jika Indonesia kurang atraktif dibandingkan dengan Malaysia.

“Dunia investasi saat ini kompetisinya global. Artinya kita harus membuat suasana yang arif dan atraktif di hilir maupun hulu. Di hilir kita dapat berbagi insentif supaya investor internasional ini datang ke kita. Inilah tantangannya besar sekali karena persaingannya global, salah satunya Malaysia,” kata Wirat di Gedung Dewan Pers, Minggu (5/6).

Lebih lanjut dikatakan, sikap atraktif ini sangat terkait dengan berbagai regulasi. Regulasi tersebut memudahkan pemerintah untuk mengambil langkah-langkah bisnis menghadapi kompetitor global.

“Kita punya kondisi politik yang stabil, tapi ada aturan yang tak sinkron. Oleh sebab itu, kita harus menyelesaikan aturannya dulu,” jelasnya.

Sebagaimana dipahami, negara tetangga Malaysia sepertinya menjadi kompetitor sengit bagi Indonesia dalam urusan bisnis migas. Terlihat dari agresivitasnya, Malaysia lebih cepat membuat kesepakatan-kesepakatan dibandingkan Indonesia.

Dalam lawatan Raja Salma sebelum tiba di Indonesia, Malaysia terlebih dahulu membuat kesepakatan menarik investasi Aramco (NoC Arab Saudi) kerjasama dengan Petronas (NoC Malaysia) untuk membangun Refinery and Petrochemical Integrated Development (RAPID) di Pengerang, Johor dengan nilai USD 7 miliar. Padahal investasi Aramco pada kilang Cilacap yang kerjasama dengan Pertamina hanya senilai USD 6 Miliar.

Adapun hal lain dalam persaingan Indonesia dan Malaysia yakni perebutan ladang minyak di negara Azarbaijan. Kendati Pemerintah Indonesia lebih awal membangun komunikasi untuk mendorong Pertamina mendapat ladang di sana, namun tiba-tiba Petronas tandatangan dan mendapat ladang di negara itu.

Begitupun di Iran, pemerintah Indonesia berupaya membangun hubungan yang intensif dengan Iran, ternyata dengan sigap Petronas membuka kantor cabang di Iran.

(Laporan: Dadangsah Dapunta)

Artikel ini ditulis oleh:

Reporter: Dadangsah Dapunta
Editor: Eka