Jakarta, Aktual.com – Bank Indonesia (BI) berharap sumber pembiayaan yang likuid untuk menggenjot likuiditas sektor perbankan perlu terus diperbanyak. Terutama untuk yang dalam tenor jangka pendek.
Salah satu instrumen yang dikembangkan adalah, Surat Berharga Komersial (SBK/commercial paper). Untuk itu, BI terus mematangkan rencana penerbitan Peraturan BI mengenai SBK ini untuk menyempurkan yang ada saat ini.
“Kita tahu, saat ini, masalah pembiayaan di negeri kita untuk instrumen jangka pendek yang likuid tidak tersedia atau kalau pun tersedia baru sedikit,” tutur Deputi Gubernur Senior BI, Mirza Adityaswara di Gedung BI, Jakarta, Senin (24/10).
Untuk itu, menurut Mirza, BI perlu melakukan pengaturan instrumen pasar keuangan jangka pendek, seperti SBK maupun instrumen lainnya, Negotiable Certificate of Deposit (NCD). Kedua instrumen surat berharga itu agar memiliki landasan hukum dari UU BI, PBI Pasar Uang, UU Pasar Modal dan Pasal 174 KUHD.
“Kami sudah menerbitkan PBI tentang Pasar Uang baru-baru ini yang mungkin umurnya baru tiga bulan. Kami terbitkan PBI itu untuk menjadi landasan untuk kami agar bisa menerbitkan PBI tentang NCD dan PBI SBK nantinya,” tegas Mirza.
Karena saat ini, dia melanjutkan, pengembangan pasar SBK diharapkan bisa memberikan alternatif sumber pendanaan jangka pendek dari pasar uang, selain dari kredit perbankan tentunya.
Selain itu, Mirza meyakini, SBK juga bisa menyediakan alternatif instrumen penempatan jangka pendek terkait pengelolaan likuiditas.
“Indonesia sampai saat ini bisa dibilang instrumen pasar uangnya masih sangat dangkal. Sedangkan, kebutuhan korporasi dan lembaga keuangan nonbank dalam mencari pendanaan masih cukup besar,” papar dia.
Dia menambahkan, pada dasarnya penerbitan dan perdagangan SBK di pasar domestik sudah ada sejak sebelum krisis 1998.
“Makanya, kami ingin dapat masukan dari pelaku, pakar hukum ekonomi, perbankan, korporasi hingga rating agency terkait hal ini,” ucap Mirza.
Menurutnya, SBK merupakan hal yang lumrah di pasar keuangan. SBK itu adalah instrumen di mana korporasi atau lembaga keuangan biasanya non bank, mereka menerbitkan suatu surat utang. Kondisi seperti itu, merupakan sesuatu yang normal di banyak negara.
(Busthomi)
Artikel ini ditulis oleh:
Arbie Marwan