Begitupun ‘uzlah, ia harus dibarengi dengan proses tafakur agar tujuan dari uzlah tersebut, yaitu pembersihan jiwa dapat tercapai.
Syekh Abu Hasan Asyadzily berkata: “Buah dari ‘uzlah (yang dibarengi dengan proses bertafakur) adalah memperoleh empat karunia, yakni tersingkapnya tabir antara khalik dan makhluk, turunnya rahmat, terwujudnya cinta kasih, dan lisan yang jujur.”
Rasulullah SAW bersabda: “Ada tujuh golongan yang akan mendapatkan perlindungan Allah SWT di saat tidak ada perlindungan kecuali perlindungan-Nya. (Salah satu diantaranya adalah) laki-laki yang mengingat Allah SWT di tempat yang sunyi, lalu air matanya bercucuran.” (HR. Bukhori)
Walaupun sikap ‘uzlah ini dikesankan hanya bagi orang-orang yang sudah mencapai maqam tajrid (sebuah tingkatan dalam tasawuf yang kehidupannya sudah terlepas dari hal-hal sebab akibat), akan tetapi ‘uzlah bisa kita maknai secara lebih luas: yaitu kemampuan kita untuk memfokuskan pikiran, begitu rupa sehingga saat kita berada di tengah-tengah orang ramai, kita tidak larut bersama mereka. Pikiran kita tidak kehilangan orientasi, dan hanya fokus kepada Allah SWT.
Laporan: Mabda Dzikara
Artikel ini ditulis oleh:
Andy Abdul Hamid