Jakarta, Aktual.com – Syekh Ibnu Athaillah Assakandary berkata:
اِدْفِنْ وُجُودَكَ فيِ أَرْضِ الْخُمُولِ، فَمَا نَـبَتَ مِمَّالَمْ يُدْفَنْ لاَ يَــتِمُّ نَـتَاءِجُهُ
Artinya: “Pendamlah eksistensimu (keberadaanmu) di tanah ketiadaan (ketawaduan), Sebab sesuatu yang tumbuh dari benih yang tak ditanam di balik ketiadaan tak akan sempurna buahnya.”
Dalam hikmah ini, Syekh Ibnu Athaillah Assakandary sedang mengajarkan tentang konsep kerendahan hati yang menjadi pondasi kesempurnaan ruhani dan jiwa. Karena proses bersuluk pada dasarnya adalah proses memperbaiki jiwa.
Adapun jiwa bagaikan pohon yang tumbuh; jiwa harus ditanam dan dirawat agar dapat tumbuh dan berbuah dengan sempurna. Sebagaimana firman Allah SWT:
أَلَمْ تَرَ كَيْفَ ضَرَبَ اللَّهُ مَثَلًا كَلِمَةً طَيِّبَةً كَشَجَرَةٍ طَيِّبَةٍ أَصْلُهَا ثَابِتٌ وَفَرْعُهَا فِي السَّمَاءِٚ تُؤْتِي أُكُلَهَا كُلَّ حِينٍ بِإِذْنِ رَبِّهَا وَيَضْرِبُ اللَّهُ الْأَمْثَالَ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَذَكَّرُونَ
Artinya: “Tidaklah kamu perhatikan bagaimana Allah SWT telah membuat perumpamaan “kalimat yang baik” itu seperti pohon yang baik; akarnya teguh, dan cabangnya tinggi menjulang ke langit. Pohon itu memberikan buahnya pada setiap musim dengan seining dari Tuhannya. Allah SWT membuat perumpamaan itu untuk manusia supara mereka selalu ingat.” (QS. Ibrahim: 24-25)
Secara etimologi, al-khumull artinya adalah ketiadaan, kosong, hampa, kering; yang dalam hikmah ini bermakna “kerendahan” atau “ketawadhuan”. Sementara arti wujud lebih kepada eksistensi atau keberadaan.
Artikel ini ditulis oleh:
Andy Abdul Hamid