Jakarta, Aktual.com – Terdakwa Galaila Karen Kardinah alias Karen Agustiawan memohon agar majelis hakim yang diketuai Emilia Djaja Subagja mengizinkannya untuk melakukan perawatan di RSPAD soal keluhan di bagian otak kirinya.
“Saya minta agar permohonan ini dikabulkan karena saya juga ingin tampil prima lah untuk (sidang) ini,” kata Karen usai sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis (7/2/2019).
Dalam persidangan pihak terdakwa Karen menyampaikan izin untuk perawatan di RSPAD karena mengeluh vertigo dan kondisi ini harus segera mendapat tindakan medis.
“Kemarin sudah dilakukan MRI dan brain maping. Ternyata di pena, di pembuluh balik di otak ada penyumbatan, sehingga otak sebelah kanan saya setelah dilakukan maping tidak bekerja seperti otak saya sebelah kiri,” katanya kepada majelis.
Emilia selanjutnya menanyakan apakah ini sudah mendesak untuk segera mendapat penanganan medis. “Sudah mendesak karena dari dokter syaraf, sebetulnya harus dilakukannya awal Desember tahun lalu, 2018,” kata Karen.
Majelis pun mengonfirmasi kepada jaksa penuntut umum soal permohonan ini. Penuntut umum dari Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat (Kejari Jakpus) menyampaikan, pihaknya siap melaksanakan penetapan majelis hakim.
Majelis belum bisa langsung memutuskan karena dalam permohonannya adalah izin berobat selama 2 hari untuk DSA dan brainwash. Jika dua hari, maka harus dilakukan pembantalan.
Terkait ini, kuasa hukum Karen, Soesilo Ariwibowo menyampaikan, apakah mengajukan permohonan baru. Tapi yang penting kliennya dapat memeriksakan kondisi kesehatan terlebih dahulu.
Tim kuasa hukum akan mengajukannya kepada majelis dan penuntut umum pada Jumat besok (8/2/2019). “Kami upayakan secepatnya. Tapi kalau tidak keburu, kami akan ajukan pengunduran (jadwal pemeriksannya),” kata Soesilo.
Sementara Karen usai sidang memohon agar majelis hakim menerima seluruh eksepsi atau nota keberatan yang telah disampaikan melalui tim kuasa hukumnya. Bahwa, investasi di Blok BMG merupakan aksi korporasi dan sudah dipertanggungjawabkan kepada RUPS.
“Karena aksi korporasi ini tidak lain hanya menjalankan prinsip-prinsip business judgment rule dan aksi korporasi selama saya menjadi dirut tahun 2009-2014 itu sudah kami pertanggungjawabkan di hadapan RUPS dan mendapatkan vollegid acquit et de charge,” katanya.
Karena sudah mendapatkan vollegid acquit et de charge, lanjut Karen, maka hal ini sudah tidak terjadi permasalahan dalam kaitannya menjalankan roda korporasi. Aksi akuisi di luar negeri ini merupakan yang pertama kali dilakukan Pertamina.
“Ini merupakan satu wujud Pertamina go international. Saya harap ini juga merupakan satu kegiatan rencana jangka panjang Pertamina (Persero) dan RKAP 2009, yakni untuk meningkatkan cadangan dan produksi. Yang akhirnya yang menikmati rakyat Indonesia. Jada saya berharap sekali dan memohon bahwa yang membaca eksepsi saya itu paham soal 7 poin ekspsi terhadap dakwaan saya,” katanya.
Artikel ini ditulis oleh:
Arbie Marwan