Jakarta, Aktual.com – Perekonomian global yang masih melambat, ditambah adanya sentimen negatif dari terpilihnya Donald Trump dalam pemilihan presiden Amerika Serikat (AS) dianggap berpengaruh pada pencapaian pertumbuhan ekonomi di paruh II-2016 ini.
Menurut amatan Bank Indonesia (BI), jika dibandingkan dengan hasil semester I-2016, maka kinerja pertumbuhan pada enam bulan kedua ini akan lebih buruk.
“Alasannya, masih adanya konsolidasi fiskal terkait upaya merespons kondisi ketidakpastian global,” ungkap Direktur Eksekutif Departemen Ekonomi dan Kebijakan Moneter BI, Juda Agung dalam seminar “Economic Outlook 2017” yang digelar Komunitas Jurnalis Radio, di Jakarta, Selasa (15/11).
Terkait dengan kondisi global ini, menurut Juda, sejauh ini pihaknya memandang bahwa kegiatan ekonomi dunia yang masih memiliki ketidakpastian itu akan sulit diharapkan. Srhingga tak akan memberikan kontribusi positif bagi ekonomi domestik.
Dengan demikian, jelas Juda, tantangan ekonomi di 2016 atau pada tahun depan masih akan datang dari dinamika ketidakpastian di tingkat global.
“Dari sisi global memang masih belum bisa diharapkan banyak. Proyeksi pertumbuhan ekonominya tak akan melebihi 5 persen,” jelasnya.
Apalagi terkait Trump Effect hingga akhir tahun ini, bahkan tahun depan akan sangat berpengaruh. Isu-isu ekonomi yang dia kampanyekan dulu akan berdampak besar. Seperti anti kebijakan Trans Pacific Partnership (TPP), sangat pro dengan stimulus fiskal, dan lainnya.
“Jadi kami perkirakan, pertumbuhan ekonomi untuk keseluruhan tahun ini masih di kisaran 5 persen dari PDB (Produk Domestik Bruto),” ucap dia.
Meski gegitu memang, kata Juda, pada dasarnya hingga saat ini perkembangan ekonomi domestik masih berada dalam kategori yang baik. Bahkan jika dilihat pertumbuhan ekonomi pada Kuartal III-2016 sebesar 5,02 persen.
“Jari untuk tahun depan, kesimpulan BI perekonomian kita diperkirakan akan lebih baik dari tahun ini. Kami tetap optimis” tegas Juda.
Indikatornya, dia menambahkan, defisit neraca transaksi berberjalan hingga Kuartal III-2016 masih sebesar 1,8 persen dari PDB.
“Memang kami merevisi harga komoditas ekspor kita, tahun ini diperkirakan positif 3,2 persen. Sehingga, current account deficit untuk keseluruhan tahun ini defisitnya di bawah 2 persen,” papar Juda.
Apalagi memang, kondisi likuiditas di pasar keuangan domestik akan lebih longgar, karena salah satunya ditopang oleh dana repatriasi dari kebijakan pengampunan pajak (tax amnesty).
“Dari total dana repatriasi Rp143 triliun, baru sekitar Rp43 triliun yang sudah masuk. Sebagian besarnya, sekitar Rp100 triliuan akan masuk pada Desember nanti. Dana ini yang akan menjadi sumber tambahan dana bagi kegiatan ekonomi kita,” pungkasnya.(Busthomi)
Artikel ini ditulis oleh:
Andy Abdul Hamid