Jakarta, Aktual.co — Bekas Direktur Jenderal (Dirjen) Hadi Poernomo kembali mengkir dari pangilan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi terkait penerimaan seluruh permohonan keberatan wajib pajak Bank BCA.
“Tadi saya kasih suratnya ke KPK lewat staf saya, ya istilahnya saya bilang surat dokter. Baru saja saya ketemu Pak Hadi Poernomo di RS Pondok Indah dan memang harus ada tindakannya,” kata pengacara Hadi, Yanuar P Wasesa saat dihubungi di Jakarta, Kamis (12/3).
Panggilan hari ini adalah panggilan kedua untuk Hadi. Pada panggilan pertama pada 5 Maret 2015 Hadi juga tidak memenuhi panggilan KPK. Menurut Yanuar, bekas Kepala Badan Pemeriksa Keuangan itu awalnya berniat untuk memenuhi panggilan KPK tersebut.
“Kemarin sore saya ketemu Pak Hadi Poernomo beliau bilang ‘Mas saya besok pagi datang memenuhi panggilan’. Tapi sekitar pukul 22.30 WIB saya mendapat SMS dan telepon dari keluarganya Pak Hadi, tapi saya sudah tidur. Pagi saya buka ‘handphone’ pukul 05.30 WIB rupanya Pak Hadi Poernomo diberi rujukan ke dokter jantung.”
Yanuar mengatakan, kliennya mendapatkan rujukan dari salah satu klinik di Jalan Teuku Cik Ditiro untuk menjalani perawatan terkait dengan penyakitnya. “Beliau diberi pilihan apakah ke RS Pondok Indah atau RS Pertamina. Jadi beliau mulai hari ini dirawat di RS Pondok Indah.”
Yanuar juga mengaku akan menyerahkan hasil observasi dokter hari ini ke KPK. “Kita terbuka kok, observasi berikutnya mungkin akan saya sampaikan ke KPK supaya lebih jelas,” kata Yanuar.
Terkait dengan ketidakhadiran Hadi Poernomo pada pemanggilannya yang pertama, Yanuari mengaku alasannya juga karena masalah yang sama. “Kayaknya ‘problemnya’ sama itu, bagaimana lagi usianya kan 68 tahun?”
Dalam kasus BCA, KPK menetapkan Hadi Poernomo sebagai tersangka kasus tersebut pada 21 April 2014 ketika Hadi masih menjabat sebagai Direktur Jenderal Pajak 2002-2004, namun Hadi belum pernah diperiksa sebagai tersangka.
Dalam kasus ini, Hadi selaku Dirjen Pajak diduga mengubah telaah direktur PPH mengenai keberatan SKPN PPH BCA. Surat keberatan pajak penghasilan 1999-2003 itu diajukan BCA pada 17 Juli 2003 terkait Non Performance Loan (NPL atau kredit bermasalah) senilai Rp 5,7 triliun kepada direktur PPH Ditjen Pajak.
Setelah penelaahan, diterbitkan surat pengantar risalah keberatan dari direktur PPH pada 13 Maret 2004 kepada Dirjen Pajak dengan kesimpulan bahwa permohonan keberatan wajib pajak BCA ditolak.
Namun satu hari sebelum jatuh tempo untuk memberikan keputusan final BCA yaitu pada 18 Juli 2004, Hadi Poernomo selaku dirjen pajak, memerintahkan agar Direktur PPH mengubah kesimpulan yaitu dari semula menyatakan menolak, diganti menjadi menerima seluruh keberatan.
Hadi kemudian mengeluarkan surat keputusan yang memutuskan untuk menerima seluruh keberatan wajib pajak sehingga tidak ada cukup waktu bagi direktur PPH untuk memberikan tanggapan atas kesimpulan yang berbeda itu. Atas penerimaan keberatan itu keuangan negara dirugikan senilai Rp375 miliar.
Atas perbuatan tersebut, KPK menyangkakan Hadi Poernomo berdasarkan pasal 2 ayat (1) dan atau pasal 3 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Artikel ini ditulis oleh:
Wisnu

















