Maulana Syarif Sidi Syaikh Dr. Yusri Rusydi Sayid Jabr Al Hasani saat menggelar Ta’lim, Dzikir dan Ihya Nisfu Sya’ban (menghidupkan Nisfu Say’ban) di Ma’had ar Raudhatu Ihsan wa Zawiyah Qadiriyah Syadziliyah Zawiyah Arraudhah Ihsan Foundation Jl. Tebet Barat VIII No. 50 Jakarta Selatan, Jumat (19/4/2019). AKTUAL/Tino Oktaviano

Jakarta, aktual.com – Maulana Syekh Yusri Rusydi menjelaskan, bahwasanya banyaknya macam thariqat ini adalah sebagai bentuk rahmat Allah Swt atas hamba-Nya. Dikarenakan manusia itu memiliki watak yang bermacam-macam, dan masing-masing memiliki hijab (penghalang) yang bermacam-macam pula. Hijab yang menghalangi dirinya dari Allah Ta’ala dari sifat-sifat tidak terpuji, lalai dan kemaksiatan.

Hal inilah yang menjadikan thariqat yang menyampaikan kepada Allah dengan mengobati dan membuang hijab ini juga banyak. Berbeda dengan madzhab-madzhab fikih, yang pembahasannya hanya berhubungan dengan anggota badan, dan anggota badan itu sesuatu yang serupa . Adapun hijab ini adalah berhubungan dengan batin atau urusan hati bermacam-macam dan berbeda antara satu dengan yang lainnya.

Bahkan hati seorang itu bisa berubah pada setiap saat, karena batin ini adalah tempatnya di hati, yang dalam bahasa arab disebut القلب yang memang artinya berubah-ubah. Maka dari itulah thariqat itu bermacam-macam.

Syekh Yusri mengatakan, mungkin saja seorang itu bertanya, mengapa thariqat itu banyak jumlahnya?

Hal ini adalah agar setiap orang yang memilik penyakit hati dengan hijabnya itu mendapatkan obatnya hingga sampai kepada Allah Ta’ala. Banyaknya thariqat ini adalah bukan sebagai bentuk perselisihan akan tetapi sebagai keragaman, dalam mengobati setiap penyakit yang ada, agar semua sampai wushul kepada-Nya,

و أن إِلَى رَبِّكَ الْمُنْتَهَى

“Dan hanya kepada Allahlah tujuan akhir,” (QS. An-Najm:42).

Allah Swt berfirman,

وَالَّذِينَ جَاهَدُوا فِينَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَا

“Dan orang-orang yang berjihad (bersungguh-sungguh) karena Ku, maka sesungguhnya akan saya tunjukkan kepadanya akan jalan-jalan-Ku,” (QS. Al-Ankabut: 69).

Bisa jadi seorang itu memiliki thariqah yang bisa menyampaikan dirinya kepada Allah, dan tidak sesuai untuk orang lain.

Suatu hari pernah seorang laki-laki datang kepada Nabi Muhammad SAW kemudian berkata “Wahai Rasulullah katakana kepadaku sebuah nasihat yang saya tidak akan memintanya lagi dari selain engkau,”. Kemudian Nabi menjawab, “Katakan saya beriman kepada Allah dan istiqomahlah,”.

Kemudian ada sahabat lain bertanya kepada Rasulullah Saw “Nasehatilah saya wahai Rasulullah,” Nabi menjawab “Janganlah marah,”.

Sebagaimana diriwayatkan bahwasanya sayyiduna ‘Ubadah ibnu Shamit pernah mengambil janji dari Nabi Muhammad SAW untuk tidak meminta apapun kepada manusia. Barang kali beliau merasa sering bersandar kepada manusia, dimana ini adalah hijab yang menghalangi dirinya dari Allah, Nabipun mengatakan kepadanya “Janganlah kamu meminta apapun dari manusia,”.

Hingga pada suatu saat cambuknya terjatuh ketika sudah naik kuda, kemudian dia tidak mau meminta tolong kepada hambanya untuk mengambilkannya.

Datang salah satu sahabat yang lain untuk meminta nasihat, Nabi menjawab “Bepuasalah,” Kemudian datang sahabat yang lain, Nabi berkata “Janganlah berpuasa,” dan masih banyak contok lainnya.

Dengan demikian Nabi memberikan nasihat kepada sahabatnya RA sesuai dengan penyakit yang dimilikinya. Maka setiap orang memiliki obat penawar yang bisa menyembuhkan dari penyakit hijabnya hingga bisa wushul kepada Allah Swt. Dan Rasulullah adalah sebagai dokter hati bagai ummatnya. Kemudian setelah Nabi wafat maka para dokter itu adalah para pewarisnya, yaitu para wali dan orang-orang saleh ahli ma’rifat. Merekalah yang disebut sebagai Syekh Murabbi, yang mentarbiah murid-muridnya untuk sampai kepada-Nya

Wallahu A’lam.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Rizky Zulkarnain