Begitu juga soal kualitas alat bukti. Menurutnya, sejumlah alat bukti yang jadi dasar tuduhan pelanggaran etik tidaklah kuat. Misal, tuduhan bahwa Anwar Usman sengaja membuka ruang intervensi pihak luar dalam pengambilan putusan.
“Hanya didasarkan atas pemberitaan salah satu media. Ajaibnya, MKMK menerima itu tanpa pengujian lebih jauh,” jelasnya.
Tak kalah penting soal sanksi. MKMK memutus Anwan Usman melakukan pelanggaran etik berat, menjatuhkan sanksi pemecatan dari jabatan Ketua MK serta melarangnya terlibat menangani perkara perselisihan Pilpres, Pemilu atau Pilkada.
“Itu tidak dikenal dalam aturan. Andai pun benar melakukan pelanggaran berat, mestinya dipecat dari hakim MK dan disediakan mekanisme untuk membela diri di hadapan Majelis Kehormatan Banding,” imbuhnya.
Pihaknya makin yakin Anwar Usman hanyalah korban dengan adanya Putusan MK Nomor 141/PUU-XXI/2023. Putusan itu menolak permohonan pengujian kembali Pasal 169 huruf q UU Pemilu pasca Putusan MK Nomor 90/PPU-XXI/2023.
Delapan hakim konstitusi, minus Anwar Usman, sepakat bahwa putusan MK Nomor 90 tidak cacat hukum, tidak bertentangan dengan prinsip negara hukum, tidak bertentangan dengan perlindungan hak atas kepastian hukum yang adil sesuai UUD 1945. “Karenanya, kami dukung langkah beliau,” tandasnya.
Artikel ini ditulis oleh:
Zaenal Arifin
Arbie Marwan