Kepala Staf TNI Angkatan Udara (KSAU) Marsekal TNI Agus Supriatna, menyebutkan, alat utama sistem senjata yang menjadi tulang punggung kekuatan TNI Angkatan Udara, adalah sistem senjata yang sarat dengan teknologi tinggi, dinamis dan tidak murah.
Sehingga, untuk membangun kekuatan yang mumpuni, disegani dan memiliki ‘deterent efect’ perlu perencanaan pembangunan kekuatan yang mantap.
“Selain itu, komprehensif serta ‘up to date’ untuk mengantisipasi ancaman dan tantangan dalam pelaksanakan tugas TNI Angkatan Udara,” kata Agus, saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi I DPR, di Mabesau Cilangkap, Rabu (2/3).
Menurut dia, setelah 70 tahun perjalanan dan pengabdian TNI Angkatan Udara kepada bangsa dan negara, banyak mengalami peristiwa dan pembelajaran kepada organisasi TNI Angkatan Udara.
Dirinya menyadari dengan keterbatasan kemampuan anggaran negara dan dihadapkan dengan kompleksitas ancaman yang saat ini dihadapi negara, maka TNI Angkatan Udara melakukan analisa dan pengkajian secara logis dan sistematis tentang pembangunan kekuatan yang dikenal dengan kekuatan pokok minimum atau ‘minimum essential forces’ (MEF).
Diharapkan, pada kunjungan Komisi I DPR RI dapat memberikan gambaran yang utuh tentang TNI Angkatan Udara, serta yang terpenting dari hasil kunjungan Komisi I dapat memberikan angin segar bagi TNI Angkatan Udara.
“Semoga kejayaan TNI Angkatan Udara sebagai salah satu deterent power suatu negara yang berdaulat dapat terwujud,” kata Agus.
Sementara, Ketua Komisi I Mahfud Siddiq dalam sambutannya mengatakan kunjungannya ke Mabesau sebagai silaturahim perdana, sehingga hubungan komunikasi dan kerja sama antar Komisi I dengan TNI AU akan lebih positif dalam konteks tugas dan fungsi masing-masing.
“Kunjungan ini juga agar dimanfaatkan untuk mendengarkan secara langsung tentang hal-hal yang perlu diketahui, dipahami pada saat rapat kerja antara TNI AU dengan Komisi I,” katanya.
Hasil kesimpulan dari Rapat Komisi I, Kemhan dan TNI, terkait dengan rencana Strategis (Renstra) modernisasi alutsista tahap II 2015-2019, Komisi I meminta pemerintah untuk menerbitkan payung hukum agar eksistensi renstra lebih jelas dan mengikat.
Artikel ini ditulis oleh:
Antara