Jakarta, Aktual.com – Semasa Asman Abnur sebagai Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN-RB), pernah diterbitkan Surat Edaran Nomor B/36/M.SM.00.00/2018 tertanggal 2 Februari 2018.
Di dalam SE itu ada larangan bagi aparatur sipil negara (ASN) yang suami atau istrinya menjadi calon kepala daerah/wakil kepala daerah, calon anggota legislatif, dan calon presiden/wakil presiden menggunakan simbol tangan/gerakan sebagai bentuk keberpihakan/dukungan.
Simbol tangan ini belakangan menjadi perbincangan publik ketika Ketua Panitia IMF dan Bank Dunia 2018 Luhut Binsar Panjaitan mengacungkan satu jari pada saat foto bersama Presiden Bank Dunia Jim Yong Kim, Direktur Pelaksana International Monetary Fund (IMF) Christine Lagarde, Menteri Keuangan Sri Mulyani, dan Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo dalam penutupan pertemuan IMF dan Bank Dunia di Nusa Dua, Bali, Minggu (14/10).
Dalam foto yang berasal dari Instagram Christine Lagarde, Sri Mulyani tidak mengacungkan satu jarinya. Begitu pula, Perry Warjiyo juga tidak mengacungkan jari telunjuknya, tetapi mengangkat jempolnya.
Meski Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan Luhut dan Menteri Keuangan Sri Mulyani tidak masuk dalam Tim Kampanye Nasional (TKN) Pasangan Calon Presiden/Wakil Presiden RI Joko Widodo dan K.H. Ma’ruf Amin, kedua anggota Kabinet Kerja ini bakal berurusan dengan Badan Pengawas Pemilihan Umum Republik Indonesia (Bawaslu RI).
Gara-gara simbol tangan, keduanya diadukan ke penyelenggara pemilu itu oleh Dahlan Pido yang didampingi Advokat Nusantara pada Kamis (18/10). Pelapor juga menyertakan bukti berupa pemberitaan media yang ada dan sebuah disket yang berisi video saat kejadian tersebut.
Dalam sesi foto tersebut, pelapor menduga terlapor (Luhut dan Sri Mulyani) mengarahkan Direktur IMF dan Presiden Bank Dunia agar tidak berpose dengan dua jari (victory), tetapi mengacungkan satu jari.
Menurut Dahlan Pido, ada sedikit kejadian ketika Presiden Bank Dunia Jim Yong Kim dan Direktur Pelaksana IMF Christine Lagarde mengacungkan dua jarinya, Luhut dan Sri Mulyani lantas mengoreksinya.
Dalam kejadian yang terekam dalam video tersebut, Menkeu mengucapkan, “Jangan pakai dua, bilang not dua, not dua, not dua.” Pada saat itu, menurut versi pelapor, Luhut mengatakan kepada Direktur IMF: “No… no… no… not two, not two.” Menkeu kemudian mempertegas, “Two is for Prabowo, and one is Jokowi.” Patut diduga terjadi pelanggaran pemilu yang dilakukan pejabat negara dengan mengarahkan orang lain pada Pasangan Calon Nomor 1 Jokowi/Ma’ruf Amin.
Pelapor menyangka dua anggota Kabinet Kerja pemerintahan Joko Widodo/Jusuf Kalla melanggar Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum Pasal 282 dan Pasal 283 Ayat (1) dan Ayat (2).
Di dalam Pasal 282 disebutkan bahwa pejabat negara, pejabat struktural, dan pejabat fungsional dalam jabatan negeri, serta kepala desa dilarang membuat keputusan dan/atau melakukan tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu peserta pemilu selama masa kampanye (mulai 23 September 2018 hingga 13 April 2019).
Pasal 283 Ayat (1) menyebutkan bahwa pejabat negara, pejabat struktural, dan pejabat fungsional dalam jabatan negeri serta aparatur sipil negara (ASN) lainnya dilarang mengadakan kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan terhadap peserta pemilu sebelum, selama, dan sesudah masa kampanye.
Dijelaskan dalam Ayat (2) bahwa larangan tersebut meliputi pertemuan, ajakan, imbauan, seruan, atau pemberian barang kepada ASN dalam lingkungan unit kerjanya, anggota keluarga, dan masyarakat.
Bermakna Ganda
Tampaknya semua pihak, termasuk ASN dan karyawan badan usaha milik negara/badan usaha milik daerah, perlu berhati-hati berpose dengan mengacungkan satu jari atau dua jari jika tidak mau berurusan dengan Bawaslu.
Pada masa kampanye, simbol itu bermakna ganda (ambigu). Sampai-sampai Pasukan Pengaman Presiden (Paspampres) mengubah 2 jari tangan menjadi acungan jempol ketika seorang pria akan berfoto bersama Presiden RI Joko Widodo. Bahkan, video ini sempat viral di jejaring sosial sejak 8 Oktober 2018.
Sejumlah pihak akan mengartikan lambang itu sebagai bentuk dukungan terhadap pasangan calon dan/atau parpol peserta Pemilu 2019. Padahal, bisa juga berarti kemenangan (victory) atau lambang damai (peace).
Gara-gara mengacungkan jari telunjuk ketika berfoto bersama Presiden Bank Dunia Jim Yong Kim dan Direktur Pelaksana IMF Christine Lagarde, Luhut dan Sri Mulyani bakal berurusan dengan Bawaslu.
Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon menilai wajar ada pengaduan ke Bawaslu RI dengan terlapor dua anggota Kabinet Kerja itu atas dugaan melakukan kampanye terselubung dalam forum pertemuan tahunan IMF dan Bank Dunia.
Fadli mengaku telah menonton video dalam acara penutupan pertemuan tahunan IMF dan Bank Dunia. Christine Lagarde dan Jim Yong Kim menunjukkan dua jari bukan bermaksud kampanye.
Akan tetapi, kata Fadli, Luhut malah mengingatkan nomor 2 itu Prabowo dan nomor 1 Jokowi. Hal ini menimbulkan kesan bahwa itu kampanye.
Seyogianya dalam forum-forum seperti itu, apalagi anggarannya berasal dari APBN, menurut Fadli, tidak perlu ada kampanye-kampanye terselubung seperti itu.
Dalam kasus “pose satu jari” ini, pelapor menyangka terlapor melanggar Pasal 547 UU Pemilu. Dalam pasal ini menyebutkan setiap pejabat negara yang dengan sengaja membuat keputusan dan/atau melakukan tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu peserta pemilu dalam masa kampanye, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tahun dan denda paling banyak Rp36 juta.
Kuasa hukum dari Advokat Nusantara yang mendampingi Dahlan, M. Taufiqurrahman, mengatakan bahwa tindakan tersebut patut diduga sebagai ajakan dan imbauan untuk mengarahkan pada salah satu pasangan calon presiden/wakil presiden dan merugikan calon lainnya.
Apakah hal ini melanggar atau tidak, pihaknya menyerahkan kepada Bawaslu.
Ant.
Artikel ini ditulis oleh: