Jakarta, Aktual.co — Asosiasi Mebel dan Kerajinan Indonesia (AMKRI) menyatakan bahwa pihaknya menolak penerapan Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) untuk usaha kecil menengah (UKM) karena dinilai akan merugikan ekspor Indonesia.

“AMKRI bersikap bahwa SVLK tidak perlu diberlakukan, jika sampai harus diberlakukan itu harus ditunda dulu minimal dua tahun. Untuk dikaji apakah yang dikenakan SVLK masyarakat furnitur atau bandar besar,” kata Ketua Umum AMKRI, Soenoto, dalam jumpa pers di Jakarta, Rabu (19/11).

Soenoto mengatakan, salah satu kerugian jika SVLK tersebut diterapkan adalah akan banyak calon pembeli dari luar negeri yang mengalihkan pembelian produk furnitur dan kerajinan, tidak lagi dari Indonesia.

“Sebanyak 97,85 persen pembeli tidak membutuhkan SVLK, bahkan mereka mengancam jika Indonesia memberlakukan SVLK maka pembelian akan dipindahkan ke negara lain seperti Vietnam, Thailand, Filipina, dan sekitarnya,” ujar Soenoto.

Selain itu, lanjut Soenoto, pihaknya menyatakan bahwa hingga saat ini kurang lebih sebanyak 3.000 UKM masih belum mendapatkan SVLK, dan jika pada Januari 2015 pemerintah tetap memaksakan penerapan SVLK tersebut, maka akan merugikan para produsen mebel dan kerajinan.

Soenoto menambahkan, sesungguhnya mandatori SVLK tersebut akan lebih baik jika diberlakukan bagi pedagang dan bandar kayu besar, bukan kepada masyarakat pembuat furnitur dan kerajinan yang merupakan pengguna kayu saja.

“AMKRI bersikap bahw SVLK tidak perlu diberlakukan, jika sampai harus diberlakukan itu harus ditunda dulu minimal dua tahun untuk dikaji apakah yang dikenakan SVLK masyarakat furnitur atau bandar besar,” ujar Soenoto.

Pada Desember 2013 lalu, Kementerian Perdagangan memutuskan untuk menunda penerapan Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) untuk Usaha Kecil Menengah (UKM) yang memiliki modal rata-rata dibawah Rp500 juta selama satu tahun.

Keputusan tersebut berdasarkan Surat Keputusan Menteri Perdagangan Nomor 81/M-DAG/PER/12/2013 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 64/M-DAG/PER/10/2012 tentang Ketentuan Ekspor Produk Industri Kehutanan.

Penangguhan tersebut dikhususkan bagi UKM yang bermodalkan Rp100 juta hingga Rp500 juta dan untuk tujuan diluar Uni Eropa.

Artikel ini ditulis oleh:

Eka