Kepala Balai Pelaksana Jalan Nasional (BPJN) IX Maluku-Maluku Utara Amran HI Mustary (tengah) menghidar dari wartawan seusai diperiksa sebagai tersangka dalam kasus suap proyek program aspirasi DPR di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (4/5). Amran ditetapkan sebagai tersangka karena diduga menyuap anggota Komisi V DPR Damayanti Wisnu Putranti sebesar Rp4,28 miliar guna meloloskan proyek program aspirasi DPR yang disalurkan untuk proyek pembangunan atau rekonstruksi jalan di Maluku dan Maluku Utara. ANTARA FOTO/Yudhi Mahatma/kye/16

Jakarta, Aktual.com – Kepala Balai Pelaksanaan Jalan Nasional (BPJN) IX, Amran H Mustary menyebut dirinya tidak memiliki kewenangan untuk menentukan proyek mana yang akan dijadikan program aspirasi anggota Komisi V DPR RI.

Amran, melalui kuasa hukumnya, Hendra Karianga mengatakan bahwa ‘kemudi’ program aspirasi itu seutuhkan dikendalikan oleh pihak Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).

“Program aspirasi ini kan top-down, ketentuannya program dari atas, dari Kementerian dan Komisi V. Amran ini kan jabatannya Kepala Balai, dia tidak bisa mencampuri sampai program di atas (Kementerian),” papar Hendra, di gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta, Selasa (23/8).

Tak hanya penentuan proyek, Amran juga menegaskan bahwa dirinya tidak memiliki kuasa untuk memastikan berapa persentase ‘fee’ untuk anggota Komisi V yang menyalurkan program aspirasinya.

“Penentuan ‘fee’ itu bukan dari klien saya‬. Menurut kami tidak ada pembicaraan penetapan ‘fee’,” tegas Hendra.

Amran merupakan salah satu tersangka kasus dugaan suap pemulusan anggaran proyek infrastruktur di Maluku dan Maluku Utara. Dia ditetapkan sebagai tersangka lantaran ditengarai menerima sejumlah uang dari Direktur Utama PT Windhu Tunggal Utama, Abdul Khoir.

Selain itu, Amran juga yang memperkenalkan Abdul Khoir kepada beberapa anggota Komisi V. Melalui tangan Amran-lah beberapa anggota Komisi V seperti Damayanti Wisnu Putranti, Abdul Khoir dan Musa Zainuddin bersedia menyalurkan program aspirasinya untuk proyek infrastruktur di Maluku.

Kesediaan para anggota Komisi V termasuk pimpinan Komisi menyalurkan program aspirasinya untuk proyek di Maluku lantaran adanya ‘fee’ yang dijanjikan oleh Abdul Khoir dan beberapa pengusaha lainnya.

Kesepakatan program aspirasi ini kemudian disampaikan pimpinan Komisi V kepada pihak Kementerian PUPR. Salah satunya melalui rapat setengah kamar antara Ketua Komisi V, Fary Djemi Francis dan Sekretaris Jenderal Kementerian PUPR, Taufik Widjojono.

Laporan: M Zhacky Kusumo

Artikel ini ditulis oleh:

Nebby