Gedung baru Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (TIPIKOR) itu dilengkapi dengan 30 ruang sidang dengan fasilitas standar meski tidak semua dipakai untuk persidangan kasus tindak pidana korupsi. "Rencana pindahan di kantor baru mulai 16 November 2015.

Jakarta, Aktual.com – Amran HI Mustary selaku Kepala Balai Pelaksanaan Jalan Nasional (BPJN) IX didakwa menerima suap dari sejumlah pengusaha jasa konstruksi. Suapnya berkaitan dengan upaya Amran melobi anggota Komisi V DPR RI agar bersedia mengalokasikan program aspirasi untuk proyek infrastruktur di wilayah Maluku.

Praktik suap tersebut dilakukan Amran bersama-sama dengan beberapa legislator di Komisi V, yakni Damayanti Wisnu Putranti dari fraksi PDI-P, Budi Suprianto dari Golkar, Andi Taufan Tiro dari PAN dan Musa Zainuddin dari PKB.

Adapun penerimaan suap itu bersumber dari Direktur Utama PT Windhu Tunggal Utama, Abdul Khoir sebesar Rp 7,275 miliar dan 1.143.846 dolar Singapura; Komisaris PT Cahaya Mas Perkasa, So Kok Seng alias Aseng Rp 4,980 miliar; Direktur PT Sharleen Raya, Hong Arta John Alfre Rp 500 juta; Komisaris PT Papua Putra Mandiri, Henock Rp 500 juta; serta Direktur CV Putra Mandiri, Charles Fransz alias Carlos Rp 600 juta.

“Menerima hadiah untuk mengupayakan usulan program aspirasi anggota Komisi V DPR, dapat dialokasikan untuk proyek pembangunan atau rekonstruksi di wilayah Maluku dan Maluku Utara. Agar nantinya proyek-proyek tersebut dapat dikerjakan oleh para rekanan yakni Abdul Khoir, So Kok Seng, Hong Arta, Henock dan Charles,” papar Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (28/12).

Amran yang disebut sebagai ‘broker’, mulanya menghadiri rapat pembahasan Recnana Kerja dan Anggaran Kementerian Lembaga tahun anggaran 2016, antara Komisi V DPR dengan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).

Dalam rapat tersebut, beberapa anggota Komisi V menyampaikan keinginan mereka untuk menggunakan program aspirasi. Rencana ini kemudian diinformasikan Amran kepada Abdul Khoir dan Hong Arta.

“Berkenaan dengan rencana realisasi program aspirasi itu, terdakwa juga menginformasikan kepada Abdul Khoir dan Hong Arta bahwa terdakwa telah berkomunikasi dengan Komisi V DPR mengenai rencana alokasi program aspirasi di wilayah BPJN IX Maluku dan Maluku Utara,” jelas jaksa.

Agar rencana itu benar-benar terealisasi, Amran selanjutnya menyampaikan kepada Abdul Khoir dan rekan lainnya mengenai keperluan dana untuk diberikan kepada anggota Komisi V DPR yang berniat menempatkan program aspirasinya di wilayah BPJN IX Maluku dan Maluku Utara.

“Untuk memenuhi keperluan dana yang disampaikan oleh terdakwa, kemudian Abdul Khoir, Aseng, Hong Arta, Henock, dan Charles beberapa kali memberikan uang kepada terdakwa, Damayanti, Budi Supriyanto, Andi Taufan, Musa Zainuddin, Dessy Ariyati Edwin, dan Julia Prasetyarini,” ujar jaksa.

Amran sendiri disebut kecipratan uanh sejumlah Rp 445 juta dan Rp 2,6 miliar. Dimana uang tersebut bagian dari pemberian Abdul Khoir dan Aseng.

Atas perbuatan itu, Amran didakwa melanggar Pasal 12 huruf a dan Pasal 11 Undang-Undang RI nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1, juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP.

Laporan: M Zhacky Kusumo

Artikel ini ditulis oleh:

Nebby