Penegak hukum, sambung dia, harus tetap melihat secara ‘telanjang’ adakah maksud dan tujuan tertentu di balik kesediaan ‘si penjahat’.

“Sebetulnya masih harus dilakukan dengan model yang lain. Kita harus objektif. Penegakan hukum jangan yang penting dapat, tapi harus ada idealisme disana,” pungkasnya.

Bukan tanpa alasan mengapa hal tersebut disampaikan. Pasalnya, Anas merasa difitnah atas semua kesaksian Nazaruddin yang menudingnya ikut terlibat dalam kasus dugaan korupsi e-KTP. Bahkan, dia juga disebut oleh Nazar menerima uang ratusan miliar untuk modal menjadi Ketua Umum Partai Demokrat.

“Saya nggak tahu itu fiksi, fantasi atau fitnah. Kalau nggak fiksi, berarti itu fantasi dan fitnah,” tegasnya.

M Zhacky Kusumo

Artikel ini ditulis oleh:

Nebby