Jakarta, Aktual.com – Satya Bumi mengecam dengan keras rencana eksplorasi tambang emas Martabe oleh PT Agincourt Resources yang akan memasuki wilayah ekosistem Batang Toru. Langkah ini dianggap akan meningkatkan risiko kepunahan keanekaragaman hayati di daerah tersebut, termasuk populasi orangutan Tapanuli, spesies kera besar yang sangat langka.
Sejumlah ahli dan aktivis lingkungan telah mengingatkan bahwa eksplorasi ini akan berdampak pada Kawasan Keanekaragaman Hayati (KBA) Batang Toru, yang merupakan habitat penting bagi spesies-spesies yang terancam punah. Hal ini akan meningkatkan potensi ancaman terhadap habitat orangutan Tapanuli, yang pada 2017 lalu ditemukan dan tercatat hanya tinggal 800 spesies di alam liar.
Meskipun demikian, perusahaan seolah tutup telinga dan bersikeras untuk melanjutkan eksplorasi, dengan mengklaim bahwa rencana mereka telah disetujui oleh tim panel keanekaragaman hayati yang mereka bentuk sendiri. Mereka juga menegaskan bahwa rencana tersebut hanya mencakup “eksplorasi berdampak rendah”.
Sejumlah ahli dan aktivis lingkungan telah lama mengkhawatirkan kegiatan eksplorasi tambang Martabe ke wilayah sekitar ekosistem Batang Toru, khawatir hal itu akan mengancam wilayah konservasi.
Kekhawatiran ini terbukti, karena pada Januari 2024, PT Agincourt mengumumkan rencana untuk memperluas wilayah eksplorasi ke utara, yang tumpang tindih dengan KBA Batang Toru. Wilayah ini juga telah disoroti oleh kelompok konservasi Alliance for Zero Extinction, yang telah mengidentifikasi sensitivitas area tersebut terhadap keanekaragaman hayati.
“Kegiatan eksplorasi akan membahayakan habitat orangutan yang semakin langka. Belum juga selesai kita dengan deforestasi yang dilakukan PLTA Batang Toru. Orangutan Tapanuli dan satwa-satwa lain di ekosistem penting ini, lagi-lagi yang akan mengalami dampak dan meningkatkan potensi punah.” terang Andi Muttaqien, Direktur Eksekutif Satya Bumi, Selasa (6/2).
Di atas kontrak, daerah konsesi Martabe merupakan yang terbesar di wilayah ekosistem Batang Toru yakni seluas 130.429 ha. Luas area tambang yang aktif adalah 509 ha per Januari 2022. Dari jumlah tersebut, 114 ha tumpang tindih dengan ekosistem Batang Toru. Sementara total proyeksi area tambang mencapai 918 ha, dimana 341 ha di antaranya akan tumpang tindih dengan ekosistem Batang Toru, atau < 0,25% dari total luas ekosistem Batang Toru.
Pada 2022, Jardines menandatangani moratorium, dan bersedia bekerjasama dengan International Union for Conservation of Nature (IUCN), organisasi lingkungan global untuk melakukan asesmen independen dan setuju untuk menghentikan sementara kegiatan eksplorasi.
Namun di tengah perjalanan kedua belah pihak berselisih, dan gugus tugas (ARCC) IUCN membatalkan perjanjian dengan Jardines pada bulan April 2023, mengkritik pendekatan anak perusahaan tersebut dan mengatakan bahwa perannya telah direduksi menjadi “tick box exercise”– di mana prosedur dijalankan hanya untuk memenuhi regulasi.
IUCN juga mencatat bahwa panel keanekaragaman hayati yang terdiri dari ilmuwan independen yang berkumpul untuk memberi nasihat mengenai proyek tersebut dibayar oleh proyek tambang, sehingga menimbulkan “konflik kepentingan”.
Pihak Jardine sempat berdalih berakhirnya kerjasama itu lantaran regulasi pemerintah Indonesia terkait pembatasan pertukaran data. Alasan ini jelas tak masuk akal. Satya Bumi menduga ada niatan tidak baik sejak awal dari Agincourt dengan berlindung menggunakan regulasi tersebut.
“Menggunakan alasan pembatasan bertukar data dari regulasi Pemerintah kerahasiaan pada Kerjasama antara IUCN dengan Agincourt sungguh aneh, saya melihatnya ini sudah ada niat tidak baik dari Agincourt sejak awal dengan berlindung menggunakan regulasi tersebut. Tujuannya pasti agar ARRC IUCN tidak memiliki cukup bahan untuk meneliti lebih lanjut,” tegas Andi.
Perusahaan juga menyebut akan membangun fasilitas new dry tailing, sebuah teknologi filter press untuk memfiltrasi produk sisa hasil pengolahan tambang (tailing) yang tidak diperlukan sehingga dihasilkan tailing kering.
Satya Bumi meragukan bahwa eksplorasi yang direncanakan oleh Agincourt diklaim hanya akan mencakup satu hektar, Satya Bumi sangsi kegiatan eksplorasi akan terbatas di wilayah itu.
“Siapa yang bisa menjamin sampai mana eksplorasi ini dilakukan,” ujar Andi.
Menurut laporan Mighty Earth, sebagian besar kerusakan hutan di wilayah konsesi tambang emas Martabe baru-baru ini terjadi di habitat orangutan Tapanuli, yang notabene merupakan area dengan stok karbon tinggi. Kerusakan ini dapat mengganggu perilaku orangutan Tapanuli dan memotong habitat mereka menjadi bagian-bagian terpisah.
Agincourt menyatakan bahwa mereka telah mematuhi semua rekomendasi strategi mitigasi untuk sektor pertambangan, termasuk untuk tidak memperluas kegiatan pertambangan ke dalam kawasan yang tergolong hutan menurut hukum Indonesia. Agincourt hanya boleh beroperasi di Area Penggunaan Lain (APL). Oleh karena itu, rencana eksplorasi yang masuk ke dalam KBA Batang Toru harus dipertimbangkan lagi.
ARRC-IUCN merekomendasikan untuk melakukan penilaian kelayakan terhadap opsi alternatif perluasan proyek tambang, khususnya ke arah Selatan yang menjauhi habitat orangutan Tapanuli sehingga menghindari dampak signifikan terhadap kepunahan orangutan Tapanuli dan kerusakan habitatnya.
“Untuk itu, kami mendesak Agincourt untuk segera melaksanakan rekomendasi ARRC-IUCN,” pungkas Andi.
Artikel ini ditulis oleh:
Sandi Setyawan