Jakarta, Aktual.co — Pemerintah terus menyosialisasikan bahaya produk palsu yang dapat mengancam keselamatan masyarakat sehingga lebih waspada dengan maraknya peredaran produk palsu.
“Kami melakukan sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat betapa riskannya produk-produk pemalsuan ini yang merugikan masyarakat,” kata Direktur Penyidikan Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual (HKI) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Tosin Junansyah, Jakarta, Kamis (26/2).
Ia mengatakan pemalsuan produk telah merugikan pemilik kekayaan intelektual karena penggunaan merek produk secara tidak sah.
Selain itu, lanjutnya, pemakaian barang palsu berakibat buruk bagi kesehatan seperti obat-obatan yang tidak sesuai komposisinya.
“Memakai barang palsu ada akibatnya, bukan hanya produsen dirugikan, tetapi masyarakat konsumen karena diragukan tingkat ‘safety’-nya terhadap barang itu,” katanya.
Ia memberikan minuman oplosan bermerek tetapi kandungan di dalamnya berbeda dari yang tertera.
Pemalsuan produk itu sangat merugikan masyarakat daripada produsen karena kualitas yang diterima konsumen pasti lebih rendah dari yang seharusnya, katanya.
Ia mengatakan peredaran produk palsu juga dapat berdampak buruk pada keselamatan publik.
“Resiko sekali memakai barang-barang palsu seperti ‘spare part’ (suku cadang) palsu yang dipakai bus untuk angkut banyak orang akan merugikan sekali,” tuturnya.
Ia berharap melalui sosialisasi tentang bahaya pemakaian produk palsu, masyarakat dapat lebih berhati-hati saat membeli barang bermerek dengan harga murah dari produk aslinya.
“Kami akan coba terus mengurangi dan memberantas untuk pemalsuan barang,” katanya.
Sementara itu, Sekeretaris Jenderal Masyarakat Indonesia Anti Pemalsuan Justisiari P Kusumah mengatakan ada beberapa karakter pemalsuan produk, yakni penggunaan merek secara tidak sah, pengurangan komposisi produk serta bahan yang digunakan tidak sesuai komposisi.
“Produk palsu tidak semata-mata memakai merek secara tidak sah, busa juga ‘active ingredients’ (kandungan bahan aktif) tidak sesuai misal produk paracetamol tapi isinya bukan paracetamol, ada juga kadarnya ‘ingredients’ tidak sesuai yang dicantumkan,” ujar dia.
Selain itu, permasalahan lainnya adalah beredarnya produk palsu tanpa izin dari Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM).
Ia memberikan contoh produk oli yang merupakan hasil daur ulang dari oli bekas yang dikumpulkan kemudian dicampur dengan bahan tertentu.
Produk oli campuran itu banyak beredar di masyarakat termasuk juga produk oli yang sudah sesuai standar kandungannya namun tidak memiliki nomor produk terdaftar.
Artikel ini ditulis oleh:
Andy Abdul Hamid
















