Jakarta, Aktual.com — Indonesia dikabarkan menjadi target serangan kelompok Islamic State of Iraq and Syria (ISIS) berikutnya pasca pemboman di Paris, Prancis.
Wakil Ketua Komisi I Tantowi Yahya mengatakan Indonesia perlu mengantisipasi munculnya terorisme, meskipun merupakan negara yang beberapa kali berhadapan dan menjadi korban tindakan teroris.
“Harus bisa antisipasi agar tidak kecolongan. Teroris tiba-tiba dan tidak terduga. Kita bukan negara baru hadapi ini, tapi jangan sampai kecolongan dan memakan korban lebih besar lagi,” ujar Tantowi di DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (25/11).
Menurut Tantowi, harus ada instrumen untuk mencegah kemungkinan serangan teror, namun yang utama saat ini adalah mencegah Warga Negara Indonesia (WNI) agar tidak bergabung dengan kelompok radikal.
“Perlu ada peraturan tegas terhadap WNI yang bergabung dengan kelompok radikal seperti ISIS. Peraturan yang ada, yakni UU No 15 tahun 2003 tentang tindak pidana terorisme nyatanya tidak mengatur hal-hal substansial yang bisa menimbulkan efek jera,” katanya.
Harusnya dalam UU tersebut diatur mengenai pemidanaan terhadap perbuatan yang mendukung tindak pidana terorisme, perbuatan penyebaran kebencian dan permusuhan, masuknya seseorang ke dalam organisasi terorisme, termasuk juga masalah rehabilitasi.
“Poin itu memang tidak diatur. Siapa sangka ISIS masif merayu warga negara termasuk Indonesia dengan tawaran gaji dan paket menarik. Tapi sekarang sudah terjadi. Kondisi kita perbaiki undang-undang yang ada,” papar politisi Golkar itu.
Dirinya menyayangkan wacana revisi untuk pencegahan terorisme agar tidak masif selalu dibenturkan dengan hak asasi manusia (HAM).
“Ketika bicara amandemen undang-undang terorisme, muncul sanggahan terkait HAM. Nah, perlu ada kesamaan (pandangan). Bahaya terorisme ini sudah nyata,” ungkapnya.
Meski demikian, Komisi I akan mendorong terwujudnya revisi UU terorisme. Dirinya akan menyampaikannya ke Badan Legislasi (Baleg) agar revisi bisa dimasukkan ke prolegnas prioritas 2016.
Artikel ini ditulis oleh: