Wakil Ketua Komisi X DPR RI Dede Yusuf Macan Effendi saat menjadi narasumber pada acara dialektika demokrasi di Ruang PPIP. Foto: Arief/vel

Semarang, Aktual.com –  Wakil Ketua Komisi X DPR RI Dede Yusuf Macan Effendi menyatakan bahwa Panitia Kerja (Panja) Pembiayaan Pendidikan tengah memperjuangkan pengelolaan anggaran pendidikan yang lebih baik. Hal itu sebagaimana amanat dari konstitusi bahwa terdapat mandatory spending sebesar 20 persen dari APBN dan APBD yang harus dipastikan alokasi, distribusi, dan pengawasannya yang tepat guna.

Hal itu guna mendukung tercapainya akses, kualitas, dan relevansi pendidikan demi kemajuan bangsa. Oleh karena itu, pemerintah pusat dan daerah perlu meluruskan komitmen politik mereka dalam penggunaan anggaran pendidikan.

“Namun data dari Kemendagri mengatakan dari 34 provinsi hanya 3 provinsi yang menyiapkan anggaran 20 persen, yang lainnya di bawah 20 persen, bahkan ada beberapa provinsi yang hanya mengalokasikan 3 persen dari APBD untuk pendidikan. Hal ini menyebabkan kualitas masyarakat di provinsi tersebut rendah. Ini tanggung jawab kita bersama mendorong peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia,” ungkap Dede saat memimpin Kunjungan Spesifik Panja Pembiayaan Pendidikan di Kota Semarang, Jawa Tengah, Jumat (5/7).

Selain mandatory spending 20 persen, pemerintah pusat juga mengalokasikan 52 persen ke daerah melalui transfer Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK) fisik, dan DAK non-fisik.

“Tahun 2024, alokasi anggaran pendidikan mencapai 665 triliun rupiah. Dari jumlah tersebut, sekitar 52 persen (Rp346,5 triliun) dialokasikan ke daerah melalui DAU dan DAK, tetapi Kemendikbud tidak memiliki data tentang penggunaan dana tersebut. Hal ini menimbulkan kekhawatiran bahwa meskipun ada anggaran mungkin penempatannya tidak tepat,” tuturnya.

Dede mengaku mendapat laporan tentang penggunaan anggaran pendidikan di daerah yang malah digunakan untuk perbaikan jalan dan jembatan yang disebut sebagai sarana penunjang pendidikan. Sehingga, nomenklatur dan tujuan anggaran menjadi banyak dan rancu yang berdampak pada output-nya tidak jelas.

“Hal ini harus diaudit karena peruntukan anggaran pendidikan harus jelas. Tujuan dari anggaran pendidikan bukanlah untuk membangun infrastruktur seperti jalan, tetapi untuk memastikan siswa menjadi cerdas dan paham, serta melanjutkan pendidikan ke jenjang berikutnya dan meningkatkan grade siswa sesuai dengan perkembangan zaman,” tegas Politisi Fraksi Partai Demokrat ini.

Pengelolaan anggaran pendidikan yang lebih transparan ini penting karena Indonesia akan memasuki fase bonus demografi. Namun demikian, masih ada waktu hingga tahun 2040 untuk mengoptimalkan peran dunia pendidikan guna mendukung penyiapan sumber daya manusia (SDM) unggul dan produktif.

“Kami ingin mengetahui harapan bapak dan ibu agar dalam merancang anggaran berikutnya kita bisa mendapatkan hasil terbaik. Namun, kami tidak bisa mengubah pembiayaan pendidikan saat ini. Aspirasi yang bapak dan ibu sampaikan akan menjadi catatan dan rekomendasi untuk pemerintahan berikutnya,” tutupnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Arie Saputra