Jakarta, Aktual.com – Pemerintah bakal melakukan pemangkasan anggaran di beberapa kementerian/lembaga dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (RAPBNP) 2016.
Langkah ini ditempuh setelah pemerintah merasa pesimis bahwa penerimaan negara dari sektor pajak tak akan mencapai target. Kebijakan ini tentu saja akan mengorbankan laju pertumbuhan ekonomi yang dipastikan bakal lebih melambat.
Menurut pengamat ekonomi dari UI, Fithra Faisal, wacana pemotongan anggaran kementerian/lembaga sepertinya tidak merefleksikan keinginan pemerintah untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi yang tinggi.
“Pemerintah telah mewacanakan pemotongan anggaran operasional beberapa waktu yang lalu. Ditambah pemerintah juga telah merevisi target pertumbuhan ekonomi menjadi 5,1 persen. Ini sebuah sinyal yang kurang positif,” tandas Fithra kepada Aktual.com, Minggu (12/6).
Pemangkasan anggaran ini, kata dia, pemerintah sudah mengantisipasi bahwa akan terjadi ‘shortfall’ dalam penerimaan negara.
“Makanya, pemerintah sendiri mesti memilih, apakah mengejar target pertumbuhan ekonomi atau melakukan rasionalisasi anggaran. Sebab, keduanya tidak bisa dicapai secara bersamaan,” ingat dia.
Kalau mau pertumbuhan ekonomi tinggi, dan agar anggaran K/L itu berdampak pada pembangunan, maka rasionalisasi anggaran tidak perlu dilakukan.
“Tetapi itu pilihan berat, mengingat penerimaan negara tak akan tercapai. Cuma memang kalau mau melakukan rasionalisasi, risikonya target pertumbuhan ekonomi mungkin tidak akan tercapai,” jelas Fithra.
Namun demikian, Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) UI sendiri, kata dia, sampai saat ini belum merevisi target pertumbuhan ekonomi tahun 2016 mencapai 5,25 persen.
“Kami sendiri belum merevisi target tersebut karena masih cukup optimis target tersebut bisa tercapai di tahun ini. Tapi dengan berbagai catatan. Seperti tidak perlu ada rasionalisasi anggaran,” tegas dia.
Di tengah isu penerimaan negara yang tak akan capai target dan wacana pemangkasan anggaran, realisasi belanja pemerintah pusat sendiri relatif lambat.
Hingga akhir Mei 2016, baru mencapai Rp357,4 triliun atau sekitar 27 persen dari target yang ditetapkan dalam APBN 2016 yang mencapai Rp1.325,6 triliun.
“Akan tetapi, angka tersebut masih cukup tinggi dibandingkan periode yang sama tahun 2015 yang mencapai Rp330,2 triliun,” tutur Kepala Pusat Harmonisasi dan Analisis Kebijakan Kementerian Keuangan Luky Alfirman, akhir pekan lalu.
Realisasi belanja pemerintah tersebut terbagi dari belanja K/L sebesar Rp179,6 triliun atau hanya sebesar 22,9 persen dari target sebesar Rp784,1 triliun. Sementara untuk belanja non K/L mencapai Rp177,8 triliun atau sebesar 32,8 persen dari target Rp541,4 triliun.
Kemudian, realisasi belanja modal pemerintah terserap 13,5 persen, lebih tinggi dari periode yang sama sebelumnya sebesar 6,6 persen. Dan belanja barang 19,96 persen, tahun lalu di periode yang sama sebesar 13,9 persen.
“Dan untuk transfer ke daerah sebesar Rp304,8 triliun atau 42,1 persen dari targeet sebesar Rp723,2 triliun. Serta dana desa mencapai Rp23,7 triliun atau 50,3 persen dari target Rp47 triliun,” pungkas Luky.
Artikel ini ditulis oleh: