Anggota Komisi II DPR RI Indrajaya.
Anggota Komisi II DPR RI Indrajaya.

Jakarta, Aktual.com – Anggota Komisi II DPR RI Indrajaya mengingatkan Otorita Ibu Kota Nusantara (OIKN) menerapkan target pencapaian pembangunan (milestone) di ibu kota baru secara terukur.

Hal ini mengingat APBN 2025 untuk IKN masih berjumlah Rp6,3 triliun dari rancangan anggaran sebesar Rp400,3 triliun.

“Perlu tahapan pembangunan yang terukur, termasuk upaya menyelesaikan berbagai dampak pembangunan yang terjadi,” kata Indrajaya dalam keterangannya di Jakarta, Selasa (7/1).

Dia pun menilai target yang ditetapkan Kepala OIKN Basuki Hadimuljono–yang akan merampungkan pembangunan infrastruktur sektor legislatif dan yudikatif di IKN–sesuai rencana Presiden Prabowo Subianto yang akan berkantor di IKN pada 17 Agustus 2028.

Namun dia menilai Prabowo akan pindah ke IKN apabila ibu kota baru telah berfungsi sebagai ibu kota politik.

“Artinya, selain Istana Negara, di IKN juga [harus] telah berdiri Gedung DPR RI, Mahkamah Agung, Kejaksaan RI, dan Mabes Polri,” jelasnya.

Menurutnya, tidak ada beban bagi Presiden Prabowo jika memang harus menunda perpindahan pemerintahan ke IKN dari jadwal yang sudah diutarakan.

Indrajaya mengatakan infrastruktur gedung yang berperan sebagai Trias Politika (checks and balances) penting untuk terpenuhi, sebab meskipun ketiganya memiliki tugas dan kewenangan masing-masing, tetapi tetap terikat dalam suatu tata hubungan sesuai kewenangan dan batasan yang ditetapkan UUD 1945.

“Idealnya gedung lembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif sama-sama berdiri di ibu kota negara,” ucapnya.

Indrajaya pun berharap agar Kepala OIKN dapat menerjemahkan keinginan Presiden secara realistis, dengan mengedepankan kajian mendalam yang melibatkan para ahli.

“Perpindahan ke IKN bukan soal kecepatan tapi kesiapan,” ujarnya.

Dia mengingatkan ada beberapa negara yang gagal meramaikan ibu kota barunya, seperti Korea Selatan yang menetapkan ibu kota selain Seoul yakni Sejong dan Myanmar yang memindahkan ibu kota dari Kota Yangon ke Naypyidaw.

Dua kota baru di negara tetangga ini sepi penghuni. Para pegawai pemerintah enggan pindah karena dianggap kurang menopang berbagai aktivitas strategis dan terbatasnya akses publik serta keterpenuhan kebutuhan ekonomi, sosial, budaya.

Ada juga perpindahan kota baru yang dinilai terburu-buru karena faktor politik, seperti di Negara Tanzania dari Kota Dar Es Salaam ke Dodoma dan Negara Kazakhstan dari ibu kota Almaty ke Astana.

Kedua negara ini berharap terjadi pemerataan pertumbuhan penduduk yang sudah membludak, namun justru membuat perekonomian kedua negara terpuruk.

“Yang ironis, perpindahan Ibu Kota Nigeria dari ibu kota Lagos ke Abuja justru membuat negara tergolong miskin ini menjadi semakin miskin,” kata Indrajaya.

Berdasar pengalaman negara-negara gagal dalam memindahkan ibu kota, Indrajaya berpandangan, syarat Presiden Prabowo Subianto berkantor di IKN setelah berfungsinya lembaga politik sebagai keputusan strategis dan visioner.

“Jangan sampai pembangunan yang buru-buru, justru menciptakan kerugian yang lebih besar,” ujarnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Arie Saputra