Anggota Komisi XI DPR RI, Melchias Markus Mekeng

Jakarta, Aktual.com – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) memberikan opini ‘Wajar Dengan Pengecualian’ (WDP) terhadap laporan otoritas Jasa Keuangan (OJK) tahun 2023. Anggota Komisi XI DPR RI, Melchias Markus Mekeng dengan gamblang menyatakan kekecewaannya, ia pun mengkritik keras OJK atas opini tersebut yang menurutnya memalukan.

“Saya agak sedih nih sama OJK, karena saya baru dikasih laporan hasil BPK tanggal 3 Mei yang mengatakan bahwa OJK itu opininya Wajar Dengan Pengecualian. Ini sangat memalukan,” kata Mekeng dalam Rapat Dengar Pendapat Komisi XI DPR RI dengan Ketua DK OJK, di Gedung Nusantara I, DPR RI, Senayan, Jakarta, Rabu (26/6).

Menurut Mekeng, sebagai lembaga negara yang menghimpun uang dari industri sekaligus mengemban tugas mengatur dan mengawasi maka tak seharusnya OJK mendapatkan label WDP. Terlebih, menurut amanat Undang-undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK), OJK telah masuk dalam rumpun anggaran.

Politisi Fraksi Partai Golkar ini lantas membandingkannya dengan perusahaan yang melantai di pasar modal. Disampaikannya bahwa perusahaan yang melakukan penawaran umum di bursa akan terkena penghentian sementara (suspend) apabila mendapatkan dua kali opini WDP.

Disinyalir, salah satu permasalahan yang menuntun OJK pada label WDP adalah adanya indikasi kerugian negara sekitar Rp400 miliar untuk sewa gedung yang dianggap tak pernah ditempati

“Kalau ini yang memberikan penilaian ini bukan auditor yang swasta, ini auditor negara. Masalahnya kalau yang saya baca, di sini masalah yang ditimbulkan dari awal OJK ini didirikan dan tidak pernah mau diselesaikan oleh beberapa kepemimpinan,” kata Mekeng.

Disinyalir, salah satu permasalahan yang menuntun OJK pada label WDP adalah adanya indikasi kerugian negara sekitar Rp400 miliar untuk sewa gedung yang dianggap tak pernah ditempati. Saat OJK terbentuk, lembaga ini diharuskan keluar dari lingkungan Bank Indonesia sehingga transaksi sewa gedung pun dilakukan.

“Makanya tidak salah BPK menyampaikan dasar opini Wajar Dengan Pengecualian ini sangat memalukan. Lembaga Otoritas Jasa Keuangan yang membuat pengaturan yang memeriksa industri tapi dia sendiri tidak accountable. Bagaimana? Bagaimana kita mau bicara soal anggaran?” tegas Mekeng.

Legislator Dapil Nusa Tenggara Timur I itu kembali menegaskan bahwa apabila terjadi indikasi kerugian negara maka harus melibatkan aparat penegak hukum. Ia berasumsi apabila OJK tidak menggandeng APH maka bukan tak mungkin ada pihak lain yang yang memiliki legal standing yang justru mengadukan kepada APH bahwa ada kerugian yang ditimbulkan di dalam OJK.

“Kan kita di sini, di negara ini ada aparat penegak hukum, ada KPK, ada kejaksaan, ada polisi kan bisa tanya dengan mereka legal opinion, konsultasi ‘apa yang harus kami lakukan?’ tidak dilakukan! Dibiarkan sehingga lembaga yang terhormat ini OJK ini yang kita dirikan dengan susah payah menjadi cacat, hanya karena kepemimpinan tidak berani mengambil keputusan,” lanjutnya.

Mekeng mendorong OJK untuk segera menindaklanjuti temuan BPK dan menyelesaikan permasalahan yang ada. Menurutnya, masalah ini tidak boleh berlarut hingga tahun depan dan menyebabkan adanya disclaimer.

“Industri kalau salah diuber sampai tiap hari diuber, sementara OJK kalau salah dilepasin aja begini. Nggak Fair ini! Santai-santai aja menikmati semua fasilitas yang ada ini kan nggak fair. Komisi XI  harus mengambil langkah yang tegas terhadap masalah ini supaya tahun depan tidak jadi disclaimer, kalau disclaimer kita juga bertanggung jawab ini kan kita membiarkan ini,” geramnya.

Disampaikan Mekeng, bila perlu ada laporan kepada APH untuk melakukan pemeriksaan pada OJK. Selain itu bisa juga mengajukan audit dengan tujuan tertentu kepada BPK untuk menjalani permasalahan ini.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Arie Saputra