Jakarta, Aktual.com – Anggota Komisi VII DPR RI, Aryo Djojohadikusumo menilai Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) saat ini hanya gencar menggusur warga, tanpa menyiapkan mata pencaharian yang layak.
Padahal selain kebutuhan tempat tinggal, warga korban gusuran juga butuh mata pencaharian pengganti. “(Ahok) Jangan bilang kasih tempat tinggal tapi nggak dikasih mata pencaharian,” kata politisi Gerindra itu di Kebon Jeruk, Jakarta Barat, Rabu (30/3).
Semestinya, kata dia, dalam melakukan terobosan Ahok juga memikir matang dampak sosial masyarakat atas kebijakan yang akan ditempuh. “Harus dikasih dua-duanya tempat yang layak dan pekerjaan juga,” ucap dia.
Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta sebelumnya sudah pernah ‘menobatkan’ Ahok sebagai gubernur yang paling banyak lakukan penggusuran. Data LBH Jakarta di Januari hingga Agustus 2015 saja, tercatat ada 3.433 kepala keluarga (KK) yang jadi korban penggusuran. Jauh lebih tinggi dibanding jumlah di era gubernur sebelumnya.
“Paling banyak terjadi di Jakarta Timur. Penggusuran kerap diwarnai pelanggaran HAM,” kata pengacara publik LBH Jakarta Oky Wiratama, tahun lalu.
Catatan LBH Jakarta, ada sekitar 20 ribu korban pelanggaran HAM di Jakarta. Melonjak tiga kali lipat dibanding tahun 2013 dan 2014. Di 2013 tercatat ada sekitar 6.695 kasus pelanggaran HAM. Di 2014 tidak jauh berbeda, tercatat 6.989 kasus.
Kata Oky, Ahok selalu hanya mengedepankan solusi relokasi ke rumah susun sewa (rusunawa) ke korban penggusuran. Solusi seharusnya tidak hanya relokasi. Di Undang-Undang tentang rusun, ganti rugi bisa macam-macam. Bisa berupa uang ganti rugi ataupun rumah susun sederhana milik (rusunami). “Setidaknya warga bisa lebih lega kalau diberikan rusunami karena tidak perlu menyewa seumur hidup,” kata dia.
Penggusuran, ujar dia, menyebabkan hilangnya budaya dan mata pencaharian warga. “Ada (warga) yang berakhir tinggal di musala karena tidak mampu bayar sewa rusun,” kata dia.
Artikel ini ditulis oleh: