Jakarta, Aktual.com – Sejumlah Fraksi di DPRD DKI Jakarta secara kompak menolak Rancangan Undang-Undang Daerah Khusus Jakarta (RUU DKJ) yang memuat draf gubernur dan wakil gubernur ditunjuk dan diangkat oleh presiden.

Sekretaris Fraksi PKS DPRD DKI Muhammad Taufik Zoelkifli mengatakan jika kebijakan itu diterapkan, Indonesia kembali ke zaman Orde Baru (Orba) yang serba tersentralisasi.

“Kalau Gubernur Jakarta kembali ditunjuk, itu kembali ke Orde Baru. Jadi sudah tak ada semangat desentralisasi. Mau jadi ada diktator gitu ya? Atau gimana,” kata Taufik saat ditemui, Rabu (6/12).

Taufik berpendapat mestinya DPR mengubah bunyi Pasal 10 bab IV RUU DKJ tersebut dan mengembalikan ke fungsi yang semula.

“Ini masalah mematikan demokrasi di Jakarta nih kalau seperti itu,” ujarnya.

Menurut ia, penunjukan gubernur dan wakil gubernur oleh presiden merupakan bentuk pemasungan terhadap hak demokrasi masyarakat Jakarta.

“Kalau ditunjuk presiden, berarti ya bener kalau hak warga untuk berdemokrasi memilih pemimpinnya lagi jadi enggak ada. Dipasung ya,” ucap Taufik.

Ketua Fraksi NasDem DPRD DKI Jakarta Wibi Andrino mengaku pihaknya pun tidak setuju gubernur dan wakil gubernur Daerah Khusus Jakarta ditunjuk dan diberhentikan presiden.

Meskipun ada frasa dalam penunjukan kepala daerah itu presiden ‘memerhatikan usulan DPRD Provinsi’, ia menilai RUU DKJ merenggut hak rakyat untuk memilih langsung gubernur dan wakil gubernur melalui Pilkada.

“Kami tegas menolak RUU DKJ ini, karena ini merenggut hak rakyat untuk memilih pada Pilkada langsung Jakarta,” kata Wibi.

Wibi mengatakan pemilihan gubernur dan wakil gubernur melalui Pilkada memastikan hak-hak konstitusi masyarakat terwakili. Masyarakat akan menilai rekam jejak kepala daerah untuk memimpin Jakarta ke depan.

“Kami dari NasDem tentu akan memperjuangkan agar gubernur dan wakil gubernur DKI akan dipilih secara langsung melalui Pilkada,” tegasnya.

Anggota DPRD DKI lainnya, Gilbert Simanjuntak juga menyuarakan ketidaksetujuannya atas usulan Gubernur Jakarta ditunjuk oleh presiden.

“Apabila pertimbangan karena faktor biaya pilkada, maka dengan daftar pemilih tetap (DPT) sekitar delapan juta di Jakarta sebagai kota, itu tidak ada artinya dengan DPT provinsi lain yang begitu luas dengan jumlah 28 juta lebih,” ujar Gilbert.

Sebelumnya, Penjabat Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono optimistis bahwa draf RUU DKJ tidak bakal mengubah sesuatu yang sudah baik, khususnya ketika berstatus sebagai Daerah Khusus Ibu Kota (DKI).

Heru kepada wartawan di Rumah Pompa Waduk Pluit, Penjaringan, Jakarta Utara, Selasa (6/12), memastikan bahwa nasib Jakarta ke depan akan baik-baik saja karena tidak ada perubahan yang fundamental terkait kekhususan Jakarta pada draf itu.

Pasal 10 ayat (2) draf RUU DKJ mengatur gubernur dan wakil gubernur ditunjuk, diangkat, dan diberhentikan presiden dengan memerhatikan usul atau pendapat DPRD.

Keputusan RUU DKJ jadi usul inisiatif DPR ini diambil dalam rapat paripurna di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (5/12). Dari sembilan fraksi di DPR, hanya Fraksi PKS yang menolak RUU tersebut.

Artikel ini ditulis oleh:

Ilyus Alfarizi
Jalil