Jakarta, Aktual.com – Sartono Hutomo, Anggota Komisi VII DPR, menyampaikan bahwa saat ini kualitas udara yang buruk bukan hanya terjadi di Jakarta, tetapi juga telah menyebar ke berbagai daerah di Indonesia.

Oleh karena itu, menurutnya, dalam percakapan telepon yang berlangsung di Jakarta pada hari Jumat, Pemerintah perlu menyesuaikan penanganan dengan kondisi setempat di masing-masing daerah.

“Saya sangat prihatin mengenai polusi udara saat ini. Tentu saja, ini adalah masalah yang harus segera diatasi karena berhubungan langsung dengan kesehatan manusia,” ujarnya.

Sartono menyebutkan bahwa berdasarkan informasi dari situs pemantau udara IQAir pada tanggal 16 Agustus 2023, daftar kota/kabupaten yang paling terpapar polusi adalah Kalimantan Barat dengan kadar Particulate Matter (PM) 2,5 sebesar 191 ug/m3. Kemudian disusul oleh Tangerang Selatan (156 ug/m3), Kota Serang (150 ug/m3), Kota Tangerang (134 ug/m3), Jambi (119 ug/m3), Bandung (111 ug/m3), dan Jakarta berada di urutan ketujuh dengan kadar 109 ug/m3.

Ia menyampaikan bahwa pemerintah seharusnya memberikan perhatian serius terhadap penanganan masalah polusi ini karena telah menyebar luas ke berbagai wilayah dan memberikan dampak serius pada kesehatan masyarakat.

“Masalah ini memang menyebar di berbagai daerah. Oleh karena itu, penanganannya harus disesuaikan dengan kondisi masing-masing daerah. Ini berarti adanya prioritas dalam penanganan, dan hal ini harus dipetakan dengan baik,” ungkap legislator yang fokus pada energi dan perindustrian di komisi tersebut.

Sartono juga mengimbau agar persoalan polusi dan lingkungan menjadi perhatian utama. Jika tidak, masalah serupa kemungkinan akan terus terjadi di masa depan.

Menurutnya, perlu juga mempertimbangkan sektor-sektor yang memberikan kontribusi signifikan terhadap masalah polusi, seperti industri, pembangkit listrik tenaga uap (PLTU), transportasi, kehutanan, dan sektor lainnya.

Ia menegaskan bahwa semua sektor tersebut harus meningkatkan teknologi yang mendukung udara bersih, sehingga tingkat polusi dapat diminimalkan. “Contohnya, sektor PLTU juga perlu secara berkala meningkatkan peralatan dan teknologi sesuai perkembangan saat ini,” lanjutnya.

Sartono juga mengemukakan bahwa dalam konteks ini, standarisasi teknologi dapat menjadi acuan dalam mengatasi masalah pencemaran udara. Hal ini juga mencakup pemberian izin pengelolaan yang harus memenuhi syarat-syarat ramah lingkungan.

“Perlu dilakukan pembinaan agar perusahaan pembangkit lebih patuh terhadap regulasi, dan emisi/limbah udara yang dihasilkan oleh PLTU harus mematuhi standar yang telah ditetapkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), sehingga tingkat polusi dapat ditekan,” tegasnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Antara
Sandi Setyawan