Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro mengatakan saat ini terdapat 13,5 juta penduduk Indonesia yang hidup miskin di lingkungan kumuh. AKTUAL/Munzir

Jakarta, Aktual.com – Pengamat ekonomi-politik senior Faisal Basri menyebut, ketimpangan ekonomi masih menghantui pemerintah saat ini. Sehingga kondisi ini akan memicu permasalahan tak hanya di masalah ekonomi, tapi juga ke masalah sosial dan politik.

“Saat ini, satu persen masyarakat di Indonesia menguasai sebanyak 49,3 persen kekayaan di dalam negeri. Itu pun hanya dikuasai oleh 30 keluarga saja. Kalau keadaan tersebut tak segera dibenahi, maka akan menjadi kontributor bagi terorisme,” ujar Faisal Basri di Jakarta, Senin (23/1).

Hal ini terjadi karena pemerintah memang tak hadir dalam perbaikan ekonomi secara substansi itu. Sehingga, sekalipun angka pengangguran itu turun, tapi substansinya itu tak baik.

“Pengangguran itu turun bukan berita baik. Jadi mereka yang ikut bekerja karena sebuah keterpaksaan. Bekerja tapi tak bisa menghasilkan. Makanya satu keluarga semua diminta kerja,” cetus dia.

Kemudian, kata dia, kondisi itu dibuat data oleh pemerintah bahwa semua orang bekerja. Sehingga pengangguran Indonesia turun. “Karena standar kita dalam menghitung pengangguran rendah. Bagi mereka (pemerintah), pemulung saja dianggap bukan pengangguran, tapi orang yang bekerja. Ini kan parah standar kita,” cetusnya.

Kondisi tersebut, kata dia, mesti diubah oleh pemerintah, dengan semakin konkret kehaduran pemerintah dalam mengurangi ketimpangan. “Sektor pertanian dan manufaktur harus menjadi solusinya. Makanya nilai tukar petani seharusnya juga harus ditingkatkan secara riil agar sejahtera. Karena sektor ini serap tenaga kerja yang kuat,” pungkas dia.

(Busthomi)

Artikel ini ditulis oleh:

Eka