Dalam beberapa hari terakhir, rupiah menunjukkan tren depresiatif bahkan telah melewati level psikologis Rp14.000 per dolar AS. Kurs acuan Jakarta Interbank Spot Dolar Rate (Jisdor) yang diumumkan BI pada Rabu ini, menunjukkan dolar dihargai Rp14.074 per dolar AS.
Sejak Januari hingga 8 Mei 2018, nilai tukar Rupiah melemah 3,44 persen (year to date). Namun, angka itu lebih baik dibandingkan Peso Filipina yang melemah 3,72 persen, Rupee India 4,76 persen, Real Brasil 6,83 persen, Rubel Rusia 8,93 persen, dan Lira Turki 11,51 persen.
Agus mengatakan pelemahan rupiah karena menguatnya dolar AS secara luas terhadap seluruh mata uang, sehubungan dengan semakin solidnya ekonomi AS di tengah lambatnya pemulihan ekonomi di berbagai kawasan.
“Tekanan pada nilai tukar mata uang negara-negara maju lainnya juga besar. Indonesia telah mengalami beberapa tekanan yang cukup besar seperti saat ini dalam lima tahun terakhir sejak bank sentral AS melakukan program tapering off di tahun 2013,” ujar dia.
Agus juga menegaskan BI sedang giat-giatnya menerapkan stabilisasi di pasar, termasuk dual intervensi di pasar valuta asing dan di pasar Surat Berharga Negara (SBN). Selain itu, BI juga mengoptimalkan berbagai instrumen operasi moneter valas dan Rupiah, seperti lelang Forex Swap untuk menjaga ketersediaan likuiditas Rupiah dan menstabilkan suku bunga di pasar uang.
Artikel ini ditulis oleh:
Andy Abdul Hamid