Jemaah membaca Qasidah Burdah saat acara Maulid baginda Nabi Muhammad SAW di Zawiyah Arraudhah, Jalan Tebet Barat, Jakarta Pusat, Sabtu (13/1/2018) malam. Dalam penjelasan Tausiyahnya Syekh Yusri menjelaskan tentang pentingnya menumbuhkan rasa mahhabah (kecintaan) kepada Rasulullah SAW serta harus bersikap rendah hati (tawadu) dalam berbagai hal. AKTUAL/Tino Oktaviano

Jakarta, aktual.com – Maulid Nabi Muhammad SAW adalah peringatan yang dilaksanakan oleh umat Islam setiap tanggal 12 Rabiul Awal, bulan ketiga dalam kalender Hijriah, untuk mengenang hari kelahiran Nabi Muhammad SAW, yang lahir di kota Makkah pada tahun gajah, yaitu sekitar tahun 570 Masehi.

Peringatan Maulid Nabi biasanya diisi dengan kegiatan keagamaan seperti pembacaan sholawat, ceramah, dan kegiatan sosial yang bertujuan untuk mengingat kelahiran serta perjuangan Nabi Muhammad SAW dalam menyebarkan Islam.

Di Indonesia, perayaan Maulid Nabi menjadi tradisi penting yang disambut dengan meriah di berbagai daerah. Selain mempererat persaudaraan, acara ini juga menjadi momen untuk meningkatkan keimanan dan rasa cinta kepada Rasulullah SAW.

Dalam kitab at-Tanbihat al-Wajibat Liman Yashna’ al-Maulid bi al-Munkarat, KH. Hasyim Asy’ari menyatakan bahwa perayaan Maulid Nabi, yang telah menjadi tradisi dan dianggap baik oleh masyarakat, akan berubah menjadi haram dan harus dihindari jika terdapat kemaksiatan dalam pelaksanaannya. Pendapat ini didasarkan pada sebuah kaidah fiqh:

إن الطاعة إذا أدت الي معصية راجحة وجب تركها فإن ما يؤدي الي الشر شر.

Artinya: Perbuatan baik (ta’at) jika menimbulkan pada kemaksiatan yang nyata maka wajib ditinggalkan, karena sesungguhnya segala sesuatu yang menunjukkan pada kejahatan maka itu adalah kejahatan (Asy’ari, t.t., hlm. 15).

KH. Hasyim Asy’ari menegaskan bahwa siapa pun yang melakukan kemungkaran dalam perayaan Maulid tidak memiliki adab dan dianggap menghina Rasulullah SAW, serta terjerumus dalam dosa besar yang mendekati kekufuran. Bahkan, jika perbuatan tersebut dilakukan dengan maksud merendahkan Rasulullah, maka tidak diragukan lagi bahwa mereka telah jatuh dalam kekufuran. Beliau memperingatkan bahwa pelaku kemungkaran ini berisiko mati dalam keadaan su’ul khotimah jika tidak bertaubat.

Beberapa bentuk kemungkaran yang menyebabkan perayaan Maulid menjadi haram di antaranya:

a. Terjadinya ikhtilat (campur baur) antara laki-laki dan perempuan, seperti yang pernah terjadi pada perayaan Maulid di Siwulan, Madiun. Bahkan ada drama dengan pria yang berperan sebagai wanita dan sebaliknya, yang dapat menimbulkan fitnah (Asy’ari, t.t., hlm. 19).

b. Adanya pertandingan seperti pencak silat, tinju, sandiwara, atau permainan yang menyerupai perjudian (Asy’ari, t.t., hlm. 9).

c. Mengundang artis untuk menyanyi dan menari dengan alat musik yang diharamkan, sehingga acara tenggelam dalam kemaksiatan dan melupakan Allah (Asy’ari, t.t., hlm. 23-24).

d. Memboroskan harta untuk hal-hal yang dilarang agama, seperti meminum khamr (Asy’ari, t.t., hlm. 39).

e. Menyerupai perilaku orang munafik, di mana secara lahiriah mereka memperingati Maulid, tetapi sebenarnya mereka mengumpulkan hal-hal yang haram dan melakukan maksiat.

f. Diamnya para ulama terhadap kemungkaran dalam perayaan yang diadakan oleh pelajar, yang dapat menimbulkan kesalahpahaman bagi masyarakat awam bahwa hal tersebut diperbolehkan dalam syariat, sehingga syariat terabaikan.

Agar perayaan Maulid tetap berjalan sesuai syariat, KH. Hasyim Asy’ari menyarankan para pemimpin dan tokoh umat Islam untuk selalu menjaga pondasi agama dan melawan fitnah dari orang-orang yang membenci Islam. Beliau juga menyarankan agar hukuman tegas diberikan kepada mereka yang melakukan hal-hal buruk yang dapat mengeluarkan seseorang dari keimanan (t.t., hlm. 46-47).

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Rizky Zulkarnain