Bali, Aktual.com – Sudah sebelas hari Gunung Agung berstatus awas. Hingga kini, probabilitas Gunung Agung akan meletus atau tertidur lagi masih belum ditentukan. Aktivitas magma turun naik. Hal itu tentu saja membuat petugas Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) sedikit kebingungan dengan anomali gunung setinggi 3.142 mdpl tersebut.
Kepala Sub Bidang Mitigasi Pemantauan Gunung Api Wilayah Timur Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), Devy Kamil menjelaskan, jika dibandingkan dengan Gunung Kelud dan Merapi, aktivitas yang terjadi pada Gunung Agung mestinya telah terjadi letusan.
“Kalau di (Gunung) Kelud dan Merapi, dengan jumlah segini (aktivitas tekanan gas dan magma) sudah terjadi letusan, tapi ini belum,” kata Devy di Pos Pengamatan Gunung Agung di Desa Rendang, Kecamatan Rendang, Kabupaten Karangasem, Selasa (3/10).
Devy memahami jika sudah terlalu lama Gunung Agung tak meletus. Terakhir meletus, gunung yang terletak di Kabupaten Karangasem pada tahun 1963 atau pada 54 tahun silam.
“Sehingga batuan di leher Gunung Agung ini sangat kuat dan batuan magma masih cukup menahan tekanan sampai sekarang. Tapi kita tidak tahu apakah masih bisa menahan atau bagaimana. Kalau tekanan dan magma ke tempat lain kita belum tahu. Tapi di kawah Gunung Batur belum ada anomali seperti itu. Jadi masih kita lihat pergerakan magma ini tetap di Gunung Agung,” jelas Devy.
Sementara itu, Devy mengaku vulome gas yang dikandung Gunung Agung belum bisa diestimasi jumlahny. Sebab, belum ada teknologi yang bisa mengukur volume gas yang dikandung gunung api.
“Gas ini kan bukan hanya dari tiltmeter tapi juga dilakukan metode lain seperti alat seismik yang dipasang di enam titik di tubuh Gunung Agung. Sayangnya kita belum bisa memastikan mitigasi ini cukup atau tidak untuk terjadi letusan, karena gunung itu punya penahan berbeda-beda,” terang pria asal Bandung, Jawa Barat tersebut..
Untuk tekanan gas magma Gunung Agung, Devy menganalogikannya dengan soda di dalam botol. Jika botol soda tersebut dikocok maka gas akan terakumulasi. ”Kalau tutupnya dibuka pelan-pelan kan gasnya ke luar perlahan. Tapi kalau tutupnya dibuka cepat, maka sodanya akan menyembur ke luar. Jadi harus tetap siaga, karena siapa yang menginginkan kondisi seperti ini,” demikian Devy.
(reporter: Bobby Andalan)
Artikel ini ditulis oleh:
Eka