Jakarta, Aktual.com – Wakil Menteri Keuangan, Mardiasmo mengatakan proses Revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 79 Tahun 2010 Tentang Biaya Operasi yang Dapat Dikembalikan dan Perlakuan Pajak Penghasilan di Bidang Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi sudah di meja Presiden Joko Widodo.

Perubahan yang telah ditunggu-tunggu oleh Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) itu tak kunjung rampung untuk meringankan beban para investor ditengan kondisi miyanya dunia yang kurang bergairah.

Menurut Mardiasmo perubahan tersebut karena ada perbaikan materi dari proses revisi, sehingga draf regulasi dikembalikan ke Kementerian Keuangan, namun saat ini telah diperbaiki dan telah dikirim kembali ke Istana.

“Itu sudah sampai di meja Presiden dan sudah kita paraf semua. Kemaren ada sedikit perbaikan dan sudah kita perbaiki,” katnya di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Selasa (30/5).

Selanjutnya, setelah PP itu disahkan oleh Presiden, Mardiasmo merasa Kementerian Kemuangan tidak perlu menerbitkan aturan turunan, dia menganggap PP itu sudah cukup mengakomodir subtansi perubahan.

“Apakah keluar PMK nanti? Kita lihat lagi PP-nya, sejauh ini cukup di PP itu dan tak perlu PMK,” imbuhnya.

Sebagaimana diketahui, PP 79 ini diterbitkan pada tahun 2010 saat kursi kepresidenan didudiki oleh Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Saat itu harga minyak dunia terhitung tinggi dan menggairahkan bagi KKKS, sehingga pengenaan pajak yang tinggi melalu PP itu dirasa tidak terlalu memberatkan bagi investor.

Lalu setelah tren harga minyak dunia menurun dan rezim beralih ke Jokowi, para KKKS menjerit dengan perpajakan yang begitu tinggi. Investor tak tertarik melakukan investasi hulu migas hingga mengakibatkan jumlah KKKS terus menurun.

Hal inilah yang mencemaskan bagi Kementerian ESDM, karena resiko penurunan jumlah KKKS akan mengancam produksi migas nasional. Maka dari itu kementerian ESDM berinisiatif mendorong revisi regulasi tersebut untuk mendorong investasi hulu migas menjadi lebih ekonomis ditengah harga minyak yang kurang bergairah.

Namun sepertinya Presiden Jokowi dan Kementerian Keuangan mengalami keragu-raguan, sebab revisi regulasi itu akan mengurangi potensi pendapatan negara.

Adapun pokok-pokok perubahan kebijakan fiskal tersebut meliputi pemberian fasilitas perpajakan pada masa eksplorasi yaitu, PPN impor dan Bea Masuk serta PPN Dalam negeri dan PBB.

Kemudian pemerintah juga memberikan fasilitas perpajakn pada masa eksploitasi yaitu, PPN Impor dan Bea Masuk PPN Dalam Negeri dan PBB (hanya dalam rangka pertimbangan keekonomian proyek)

Selain itu, ada juga pembebasan PPh Pemotongan atas pembebanan Biaya Operasi Fasilitas Bersama (cost sharing) oleh kontraktor dalam rangka pemanfaatan Barang Milik Negara di bidang hulu migas dan alokasi biaya overhead kantor pusat.

(Dadangsah Dapunta)

Artikel ini ditulis oleh:

Dadangsah Dapunta
Eka