Jakarta, Aktual.com — Direktur Jakarta Monitoring Network (JMN), Masnur Marzuki meminta DPRD DKI dan Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta harus mengantisipasi kebuntuan politik terkait Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) DKI 2016.
Penerapan peraturan gubernur (pergub) di APBD 2015 tidak boleh terulang. Saat ini, Kebijakan Umum Anggaran serta Plafon Prioritas Anggaran Sementara (KUA-PPAS) 2016 masih berlangsung hingga kini antara DPRD dengan Pemprov.
“Kebuntuan politik antara DPRD dan Gubernur harus segera dicarikan titik tengahnya dengan melibatkan partisipasi publik seluas mungkin,” ujarnya kepada wartawan, Minggu (27/9).
Akses publik, kata ia, harus dibuka selebar-lebarnya. Apalagi, Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) mengaku e-budgeting mendorong prinsip akuntabilitas dan transparansi.
APBD 2015 dengan Pergub-nya, merupakan contoh buruk roda pemerintahan provinsi tidak berjalan dengan baik. Penyerapan anggaran yang rendah sampai akhir semester, rencana APBD-Perubahan yang tak kunjung selesai dibahas semakin menadakan nilai minus APBD 2015 dengan Pergub.
“Karena wakil-wakil rakyat tidak diperlakukan oleh pemprov sebagai mitra. pergub adalah ‘noktah’ hitam bagaimana buruknya komunikasi politik pemprov dengan DPRD yang pada akhirnya merugikan kepentingan pembangunan Jakarta,” ungkapnya.
Padahal, UU Kekhususan DKI telah menegaskan keberadaan entitas DPRD DKI sebagai penyelenggara pemerintahan. Sebagai contoh, masuknya anggaran pidato gubernur yang mencapai miliaran yang nyatanya diusulkan oleh eksekutif.
“Bayangkan jika DPRD tidak dilibatkan dan media tidak telusuri itu,
akan sulit dicegah di awal bahwa termuatnya anggaran pidato yang fantastis,” tandasnya.
Artikel ini ditulis oleh: