Jakarta, Aktual.com – Fraksi Partai Golkar di DPR RI mengusulkan dan memperjuangkan sistem Pemilu proporsional tertutup untuk diterapkan pada Pemilu 2019. Salah satu alasannya adalah merebaknya politik uang jelang Pemilu.
Dengan sistem suara terbuka berdasarkan suara terbanyak, orang akan berusaha untuk meraih simpati yang salah satu caranya dengan memberikan uang atau barang untuk membuat masyarakat memilih secara langsung.
“Nah, kemudian tingkat korupsi akibat dari itu. Apabila orangnya sudah terpilih, menduduki jabatan publik, otomatis kalau biaya politik atau biaya kampanye yang dikeluarkan besar akan juga merangsang korupsi,” terang Anggota Fraksi Golkar, Hetifah Sjaifudian, di Jakarta, Rabu (18/1).
Selain itu, bentuk kompensasi atau kompetisi yang ada di dalam internal partai juga dinilai sangat merusak. Terpenting pula tidak ada efek penguatan partai politik.
Hetifah menilai, peran partai politik menjadi minimal dan lebih kepada peran daripada individu-individu caleg yang bersangkutan. Sehingga partai politik sebagai lembaga dan pilar dari demokrasi itu melemah.
“Yang kita inginkan politik diperkuat tapi juga orang-orang terpilih jangan sampai semata-mata karena akses mereka kepada dana atau popularitas,” jelas Hetifah.
Golkar ingin nanti orang-orang yang duduk di DPR ataupun menduduki jabatan-jabatan publik adalah mereka yang memiliki kompetensi dan sudah memiliki pengalaman di dalam organisasi maupun pelayanan publik.
Namun bila menggunakan sistem tertutup, sudah teridentifikasi akan ada perbaikan. Pertama, masalah demokrasi internal di dalam partai. Parpol mau tak mau harus memperbaiki proses, khususnya metoda pencalonan dan sistem rekruitmen calegnya.
“Itu harus sedemikian rupa bisa dipertanggungjawabkan, akuntabel, sehingga nanti dihindari model korupsi dalam artian korupsi politik di dalam partai. Itu yang harus dicegah dengan sistem yang lebih terbuka,” jelasnya.
Kedua, lanjut Anggota Komisi II DPR RI itu, apabila memakai sistem tertutup dipercaya mampu menjamin representasi. Jangan sampai, oligarki partai masih tetap menjadi faktor yang mempengaruhi proses pencalonan seseorang.
“Misalnya, dalam hal ini katakanlah representasi perempuan atau generasi muda itu tetap bisa dijaga juga,” pungkas Hetifah.
(Nailin Insa)
Artikel ini ditulis oleh: