Anugerah dan Kerentanan adalah karya inspiratif gubahan dari cendikiawan muslim, Yudi Latif yang disadur dari instagram pribadinya.
Saudaraku, membaca ulang buku-buku ekologi, geologi, dan geografi Indonesia membuatku terperangah bertubi-tubi.
Ambillah contoh buku “Ecology of Insular Southeast Asia: The Indonesian Archipelago,” karya Friedhelm Goltenboth et al. (2006), dan buku klasik “The Geology of Indonesia,” karya R.W. Van Bemmelen (1949).
Di sana dilukiskan bahwa kepulauan Indonesia hanya meliputi 1,3% dari keseluruhan permukaan bumi tapi mengandung 10% dari total spesies dunia. Tempat hidup 10% tanaman berbunga, 12% mamalia, 16% reptil dan amfibi, 17% burung, dan lebih dari 25% spesies ikan laut dan tawar dunia, membuatnya menjadi negeri dengan keanekaragaman hayati terkaya di muka bumi.
Secara geografi, Indonesia juga sangat unik. Kepulauan Indonesia merupakan rangkaian lebih dari 17.000 pulau yang meliputi tiga kawasan sebagai rantai penghubung antar benua: Paparan Sunda (pernah terhubung dengan benua Asia), Paparan Sahul (pernah terhubung dengan benua Australia), dan di antara keduanya terbentang kawasan Wallacea (Kepulauan Sunda Kecil), yang bisa dikatakan sebagai anak-anak kandung yang terpisah dari dua benua induk karena benturan dan pergerakan lempengan tektonik.
Indonesia juga memiliki banyak keistimewaan sehingga kerap disebut sebagai negara yang “paling” dalam berbagai dimensi: paling kompleks, paling beraneka ragam hayatinya, paling beragam kekayaan mineralnya, paling volkanik dan tektonik, paling khas sebagai kawasan musim hujan, paling beragam sebaran zoologinya, paling cantik keindahan alamnya, paling menarik perhatian bagi studi geografi, geologi, dan geofisika, juga bagi studi antropologi, dan sejumlah “paling” lainnya.
Apa yang diciptakan Tuhan di negeri ini sangat istimewa dan berlimpah, dengan segala kerentanannya sebagai negeri di irisan berbagai lempengan tektonik. Masalahnya, apa yang diciptakan oleh manusianya sungguh jauh dari kata sepadan.
Bila bangsa ini masih miskin, senjang, dan terbelakang, penyebabnya lebih karena penduduk negeri kurang bersyukur, kurang bertanggung jawab untuk mengolah segala potensi yang telah diberikan, dengan budidaya etika kerja, kreativitas, dan inovasi bagi kemakmuran, kemajuan, dan kebahagiaan hidup bersama.
Artikel ini ditulis oleh:
Arbie Marwan