Jakarta, Aktual.co — Ini bermula pada September 2014 lalu. Ketika Houthi (Ansharullah) dan beberapa suku di Yaman menguasai ibukota Yaman, Sanaa.

Mereka memaksa Presiden Yaman Mansour Al -Hadi untuk berbagi kekuasaan. Presiden yang di-backup penuh oleh Amerika Serikat, Israel dan Arab Saudi ini akhirnya menerima kesepakatan tersebut.

Memang akhirnya Presiden Al-Hadi menerima ajakan ‘dialog nasional’ seperti yang diminta Houthi dan beberapa suku yang membantunya agar terjadi kesepakatan dan deklarasi bersama bersama agar Yaman tidak terpecah belah.

Namun, dalam berjalannya waktu, kemudian terbongkar bahwa ada rencana tersembunyi AS dan Arab Saudi untuk menggunakan deklarasi dan dialog itu untuk menyelamatkan Presiden Al-Hadi sementara waktu dan kemudian mengembalikan lagi posisi Al Hadi sebagai penguasa penuh Yaman. Sudah tentu kalau Presiden Al-Hadi berkuasa penuh, maka otomatis AS dan Arab Saudi bisa mengontrol Yaman secara penuh juga.

Lalu bagaimana caranya?

Ya, seperti strategi terakhir yang biasanya dipakai jika terdesak, Amerika Serikat, Arab Saudi (terakhir disokong penuh sama Israel) memilih dan menciptakan perang.

“The truth has been turned on its head about the war in Yemen. The war and ousting of President Abd-Rabbuh Manṣour Al-Hadi in Yemen are not the results of a Houthi coup in Yemen. It is the opposite. Al-Hadi was ousted, because with Saudi and US support he tried to backtrack on the power sharing agreements he had made and return Yemen to authoritarian rule. The ousting of President Al-Hadi by the Houthis and their political allies was an unexpected reaction to the takeover Al-Hadi was planning with Washington and the House of Saud,” tulis Mahdi Darius Nazemroaya, seorang peneliti dan analis geopolitik dari The Centre for Research on Globalization di jurnal online strategic-culture.org.

Isu perang saudara dan kudeta oleh Houthi adalah isu yang dipakai AS dan Arab Saudi agar Presiden Al-Hadi berkuasa lagi secara penuh, tidak ada lagi power sharing dengan Houthi dan suku-suku lian di Yaman.

Lalu apa kepentingan mereka atas penguasaan penuh atas Yaman?

Secara gamblang Mahdi mengatakan kepentingan Arab Saudi adalah mencegah Yaman agar tidak bergabung dengan Iran yang sampai saat ini menghantui Arab Saudi itu.

“Saudi Arabia was visibly afraid that Yemen could become formally aligned to Iran and that the events there could result in new rebellions in the Arabian Peninsula against the House of Saud”.

Sampai saat ini, Saudi Arabia sudah mampu merangkul Bahrain, Uni Emirat Arab, Qatar, dan Kuwait sebagai ‘kawan seperjuangan’ untuk menangkal pengaruh Iran di Timur Tengah.

Kepentingan Arab Saudi di Yaman bersinggungan erat dengan Amerika Serikat. Kepentingan Washington sangat clear di soal penguasaan dan kontrol penuh atas Bab Al Mandeb, Teluk Aden dan kepulauan Socotra.

“Preventing Iran, Russia, or China from having a strategic foothold in Yemen, as a means of preventing other powers from overlooking the Gulf of Aden and positioning themselves at the Bab Al-Mandeb, was a major US concern”.

Bab Al Mandeb adalah chokepoint yang amat strategis di lintas perdagangan maritim dan energi global yang menghubungkan Teluk Persia lewat Lautan Hindia dan Laut Mediteran lewat Laut Merah. Posisi Bab Al Mandeb sama pentingnya dengan posisi Terusan Suez yang dilalui kapal-kapal dagang dan tanker itu untuk memfasilitasi perdagangan internasional antara Eropa, Afrika dan Asia.

Adapun kepentingan Israel adalah soal kontrol atas Teluk Persia untuk mencegah Iran memperluas pengaruhnya di Timur Tengah. Pasalnya, dengan kontrol penuh AS atas Teluk Persia maka dengan mudah Angkatan Laut (dan militer) Israel menahan dan menyudutkan Iran.

“This is why control of Yemen was actually one of  Netanyahu’s talking points on Capitol Hill when he spoke to the US Congress about Iran on March 3 in what the New York Times of all publications billed as ‘Mr. Netanyahu’s Unconvincing Speech to Congress’ on March 4,” tulis Mahdi.

Namun media barat justru banyak memberitakan sebaliknya. Houthi yang dibantu beberapa suku di Yaman itu adalah sumber masalahnya. Merekalah yang membuat terjadi potensi perang saudara di Yaman. Mereka juga yang membuat sesama saudara muslim di Yaman saling bunuh. Bahkan media barat juga membuat isu bahwa terjadi perang hebat antara Sunni dan Syiah di sana.

Publik dan dunia banyak yang tidak tahu atau tidak paham bahwa AS, Saudi dan Israel-lah sutradara dibelakang perang saudara itu. Mereka akan terus menerus  mendorong agar terjadi perang saudara di sana. Mereka akan terus mendorong agar terjadi instabilitas di sana. Pada suatu titik, mereka akan memanfaatkan instabilitas di sana agar kepentingan mereka tercapai. Ini point penting-nya.

Peristiwa di Yaman harus bisa dicermati oleh politisi-politisi di Indonesia. Kegaduhan dan isu-isu besar politik yang terjadi saat ini pada suatu titik justru akan bisa dimanfaatkan oleh asing agar negeri yang dikenal sebagai zamrud khatulistiwa ini bisa dikontrol penuh oleh asing.

Mari kita banyak introspeksi…

Artikel ini ditulis oleh: