Wakil Ketua DPR Fadli Zon didampingi Wakil Ketua DPR Taufik Kurniawan, Wakil Ketua DPR Agus Hermanto dan Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah saat memimpin Sidang Paripurna DPR di Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (27/4). Dalam kesepatan tersebut Fadlizon membacakan surat pengajuan hak angket dari Komisi III DPR dengan nomor 032DW/KOM3/MP4/IV/2017 tanggal 20 April 2017. AKTUAL/Tino Oktaviano

Jakarta, Aktual.com – Pro kontra penggunaan hak istimewa penyelidikan oleh DPR terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi atas dugaan ketidaktaatan dalam pelaksanaan Undang-undang tidak juga reda. Terlebih, banyak pihak masih mempertanyakan, apakah DPR berhak dan bisa melakukan penyelidikan atau menggunakan hak angket terhadap KPK. Apakah seluruh prasyaratnya sudah terpenuhi? Jawabannya bisa dan seluruh prasyaratnya telah terpenuhi.

Bahkan dasar hukum dan UU nya sangat jelas diatur dalam UUD 1945 Amandemen ke dua 2002 yang isinya: Pasal 20 A ayat (2) dalam melaksanakan fungsinya, selain hak yang diatur dalam pasal-pasal lain Undang-undang Dasar ini, DPR mempunyai hak interpelasi, hak angket dan hak menyatakan pendapat. Dan itu telah memenuhi syarat sebagaimana diatur dalam undang-undang MD3 tahun 2014 dimana substansi prasyarat angket itu ada dalam pasal 79 Ayat (3) UU 17/2014:

1. Syarat: adanya dugaan pelanggaran peraturan perundang-undangan dalam pelaksanaan UU dan atau kebijakan pemerintah. 2. Objek: terkait Pelaksanaan UU dan Kebijakan Pemerintah. 3. Sifat: hal penting, strategis dan berdampak luas pada kehidupan masyarakat berbangsa dan bernegara. Penjelasan pasal 79 ayat (3) menyebutkan: “Pelaksanaan suatu undang-undang dan atau kebijakan Pemerintah dapat berupa kebijakan yang dilaksanakan sendiri oleh Presiden, Wakil Presiden, menteri negara, Panglima TNI, Kapolri, Jaksa Agung atau pimpinan lembaga pemerintah nonkementerian.”

Secara gramatikal, kata Ketua Komisi III DPR RI sekaligus anggota Pansus hak angket KPK Bambang Soesatyo, maka pelaksanaan Undang-undang dan kebijakan pemerintah dipisahkan oleh kata penghubung dan atau yang menunjukkan pelaksanaan UU dan kebijakan pemerintah adalah dua entitas yang berbeda di mana point utama dititikberatkan pada kalimat pelaksanaan UU.

“Artinya jika terpenuhi prasyarat terkait dugaaan pelanggaran terhadap pelaksanaan UU maka unsur kebijakan pemerintah boleh ada dan juga tidak. Selanjutnya frasa dapat berupa kebijakan pemerintah yang dilakukan sendiri oleh presiden dan seterusnya sampai lembaga pemerintah non kementerian adalah penjelasan tentang subjek dari kebijakan,” katanya dalam keterangan pers yang diterima redaksi, Selasa (13/6).

Artikel ini ditulis oleh:

Wisnu